Sabtu, 31 Januari 2015

Note Sunday

"Everyday I wake up next to a angel
More beautiful than words could say
They said it wouldn't work but what did they know?
Cause years passed and we're still here today
Never in my dreams did I think that this would happen to me
As I stand here before my woman
I cant fight back the tears in my eyes
Oh how could I be so lucky
I must've done something right
And I promise to love her for the rest of my life
Seems like yesterday when she first said hello
Funny how time fly's by when you're in love
It took us a lifetime to find each other
It was worth the wait cause I finally found the one
Never in my dreams did I think that this would happen to me...."

.
.
.

Jan,31,2015

Sabtu ini tepat 171 hari sebelum moment tersakral dalam hidupku akhirnya terlalui. Aku ingin menuangkan segalanya dalam lembaran blog seperti kebiasaanku ditahun yang lalu. Menyuguhkan rasa dalam kata pada dunia tentang detik-detik rasa juga perjuangan sebelum melepas masa lajang. Ya, daftar tulisan blog milikku tetap kosong ditahun 2015 ini. Dalam rumus singkatku, menulis selalu bisa menyembuhkan segalanya, dari sakit berbahaya seperti tekanan batin hingga sakit paling ringan sekalipun, migrain. Tapi kali ini, aku ingin meresapi..menikmati jeritan sakit yang kadang melolong dari tiap ujung kuku karena terlalu keras bekerja. Aku ingin esok nanti mengingat dengan bangga bahwasanya pernikahanku dikucuri dana dari keringat bahkan darahku sendiri. Ayah, Ibu cukup berjuang dalam doa saja, tak akan kubiarkan satu butir keringatpun dari mereka menjadi modal bagi hajat sakral milikku. Kecuali kepepet.

.

Ah, sebelumnya perkenalkan namaku May, nama yang hanya dia saja yang boleh untuk memanggil. Sosok unik yang tengah bersamaku menghitung mundur pertanggalan dikalender.
"Kenapa harus May? Kenapa bukan Sasa? Atau yang lain?" Tanya dia dalam chat kami suatu petang sehabis pulang kerja. Kenapa harus May? Apa harus ada alasan untuk sebuah rasa dan permohonan? Dimatanya selalu kutangkap magnet kuat yang seakan memintaku, mengundangku untuk terus menjaganya. Aku tau sosoknya tak setegar kegarangan yang selalu disajikan oleh penampilan juga wajahnya. Matanya, mengeluarkan aroma kapas. Menghangatkan juga meminta perlindungan.
"Karena May artinya mungkin, aku ingin menjadi sebuah kemungkinan disaat yang lain menyerah menghadirkan harapan." Penjelasanku terkesan alay, harusnya bisa saja kujawab singkat, "Karena aku lahir dibulan may." atau "Karena nama May itu keren." Tapi malam itu entah kenapa aku menginginkan kejujuran yang keluar. Aku ingin ia tau bahwa aku bersungguh-sungguh ketika dulu pernah berkata sayang.

.

Minggu pagi diguyur hujan deras. Uap dingin menempel dikaca-kaca jendela kamar.
"Ini surga !" Pekikku riang, memandangi syahdunya tetes demi tetes air jatuh dari langit. Kaus kaki masih terpasang manis ditempatnya, baju hangat pun masih terpakai dan belum sama sekali ada niat untuk melepasnya. Aku ingin menikmati pagi, menikmati hari libur yang kutunggu.

.

POWER RANGER : Aku bermimpi aneh semalam..
MINE : Apa?
POWER RANGER : Aku menjelajah kesuatu daerah berbukit, menyeberangi sungai dan menaiki gunung.
MINE : Wah, hercules kita beraksi malam ini. :-D
POWER RANGER : Aku serius! U.u
MINE : Aku juga serius sayang, akhirnya impianmu naik gunung tercapai walaupun lewat mimpi, karena didunia nyata itu mustahil! :-D
POWER RANGER : Apanya yang mustahil? Aku sehat dan kuat dingin sekarang, :-P
MINE : Ah masa? :-P

.

Aku menghentikan sesi chat pagiku, membuang handphone keatas kasur yang masih bertabur peralatan tidur, memanyunkan bibir pertanda kesal. Dia lagi-lagi merusak imaji romanku! Kenapa sih tidak bisa sekali saja bersikap romantis? Bertanya mungkin, dengan siapa aku didalam mimpiku semalam, atau indahkah pemandangan disana? Dan, apa dia bilang tadi? Aku mempunyai mimpi mendaki gunung? Hell ya. Aku memang menyukai gunung sebagai objek mengagumkan untuk dipandangi tapi tidak untuk ditelusuri dengan kaki. Mantan dia adalah pecinta petualangan gunung. Dan ada rasa sebal ketika aku mulai mengingat kata pegunungan. Entah kenapa.
.
Pagi indahku dibawah siraman hujan perlahan menguap seiring dengan moodku yang terganggu. Ditambah sayup-sayup terdengar suara dangdut koplo menembus derasnya hujan dari rumah sebelah. Perang antara musik kacangan dan musik Tuhan. Moodku bertambah buruk, tanpa memandang jam segera saja kukubur diriku dalam selimut rapat-rapat.
"170 hari lagi." Gumamku sambil tersenyum lebar. Moodku belum sepenuhnya membaik tapi mengingat hari mampu menarik lagi ujung bibirku untuk tersenyum. 170 adalah singkat bukan? Waktu selalunya terbang disaat kita tengah jatuh cinta. Berbeda dengan saat ketika tengah berada dimeja kerja, disana selalu kurasakan putaran jarum jam yang bergerak sangat lambat bahkan sesekali bisa kulihat jarum jam diatas sana berjalan mundur! Teman kerjaku bilang itu mustahil, tapi aku berani bertaruh demi sekeranjang tomat bahwa nyata jarum jam itu berputar berbalik arah dan mereka tetap tak percaya.