Sabtu, 18 November 2017

Kembali

Aku berlari, terus dan terus tanpa mau sedikit saja peduli akankah jalanan di hadapanku telah mencapai ujung atau justru tengah menemui persimpangannya.

Mereka kembali, hatiku tak pernah berhenti membisikkan kenyataan bahwa mereka telah kembali. Rumah yang selalu kuhindari untuk kembali, senyum teduh yang setengah mati kuhindari untuk tidak terus terpatri, sekian tahun berjuang dan seperti hujan pertama yang datang setelah kemarau panjang nan mencekam.  Dahaga itupun akhirnya terpuaskan.

Delapan atau mungkin tujuh tahun lalu, aku pernah merasakan kelengkapan yang tiada terkira. Aku memuja, aku mencinta, aku memahami dan aku pula tercabik karenanya. Siapapun mereka tak ingin kusebut namanya disini, biarkan saja nama itu hanya mengalun dalam relung yang hanya diriku yang bisa mendengarnya. Menjamahi mereka sekali lagi, terasa seperti bercinta di garis vertikal yang memisahkan atau justru menghubungkan dua subjek alam. Lebur bukan lagi kata yang tepat untuk menggambarkan. Karena duka menyelimuti apapun yang tersisa, karena bahagia menempeli apapun yang terlaluinya.

Kamis, 16 November 2017

Menanam Bintang

Seperempat abad mendapat kesempatan  hidup membuatku melihat banyak, begitu banyak jenis bintang beserta teka-teki yang di kandungnya.
Satu kali pernah kudapati bintang yang berkilau lemah namun memancarkan pesona penuh keajaiban, pernah pula ku temukan sekumpulan bintang dalam langit oranye di ufuk sana, berkedip manja seolah mengundangku untuk memetiknya. Dan kali ini,  aku ingin bercerita lebih tentang bintang istimewa milikku. Bintang satu ini tidak hidup di angkasa sana, tidak pula mendiami ufuk dengan warna apapun di atas sana.  Bintang ini istimewa, sekali lagi kutegaskan,  karena dia hidup di pekarangan istanaku. Mendiami sekian petak tanah yang memang sengaja kudedikasikan untuk perkembangan alaminya.

Hari itu, tepatnya dua hampir menyentuh angka selanjutnya, tahun berlalu di belakangku, ketika aku menemukannya tergeletak lemah di atas salah satu bantal di atas ranjangku. Awalnya aku mengira masih terjebak di dunia mimpi, karena memang tak pernah kulihat sesuatu yang seindah itu hadir di dunia ini. Besarnya tak lebih dari kuku jempol orang dewasa, dengan pendar putih tapi tak menyilaukan, berkedut lembut seperti tengah bernafas. Kunang-kunang jelas tidak mirip seperti itu, lalu dalam kengerian yang bercampur dengan rasa takjub aku mencoba untuk menyentuhnya, memastikan bahwa benda seperti bola berhallo di atas bantal dan kutemukan tepat ketika aku pertama membuka mata itu bukanlah sesuatu yang mengancam atau membahayakan. Dan tepat ketika kulit jariku menyentuh sesuatu entah apa itu, di antara sadar dan kengerian yang teraduk menjadi satu, aku merasa seperti sesuatu telah mengalirkan listrik melalui ujung kulit jariku, bola berhallo dengan penampakan imut-imut menggemaskan itu ternyata lebih dari sekedar membahayakan. Karena jujur saja aku adalah jenis manusia yang membenci segala sesuatu tentang sengat menyengat. Namun, di luar kesadaranku atau memang sesuatu itu benar adanya, tapi aku merasakan sebuah sapaan masuk perlahan di dalam otakku, mungkin aku masih terjebak di alam mimpi, tapi keanehan itu terasa sangat nyata. Bola berpendar di atas bantalku ternyata adalah sesuatu bernyawa! Atau setidaknya ia sendiri lah nyawa itu. Dalam kebingungan dan ketakjuban, kuberanikan diri untuk mencoba memulai bertanya, awalnya terasa agak janggal, karena secara teknis memang tak ada siapapun yang bisa kuajak berbicara selain lingkar bercahaya di hadapanku, dan keanehan kembali terjadi ketika kudapati berbagai informasi yang berhubungan dengan pertanyaanku mulai mencapai sisi kepala letak otak berada. Dan entah dalam waktu yang ke berapa, entah dalam titik kesadaran yang mana, aku merasa sesuatu seperti tengah mengajakku entah kemana, berbekal keberanian yang janggal, aku mulai berjalan melintasi ruang, menembusi langit menghitam di atas sana, mengabaikan sapaan bulan dalam sapuan senyumnya yang nyaman.
Aku berjalan dan berhenti di atas tanah perkebunan di pekarangan. Seperti tahu apa yang menjadi tujuanku, bola berhallo dalam genggaman menggelincir dengan sangat anggunnya, menjejak tanah tanpa ada acara memantul terlebih dahulu, sedikit di luar nalar memang, sesuatu bercahaya yang seolah tak memiliki massa ketika berada dalam genggaman, tetiba saja memeluk tanah dengan begitu erat dalam satu entakan saja. Bahkan bila kuteliti sedikit lebih dekat, ada kedalaman yang mengelilingi dengan sangat tepatnya, seolah sepasang tangan telah dengan sengaja menggali lubang itu untuk di tempati. Tanpa keraguan lagi, kujangkau sejumput tanah dan rumput dalam genggaman yang lain, mencoba menutupi apa yang memang sepertinya ingin bersembunyi dan tertelan. Dalam kesadaran yang masih mengambang, kusempatkan untuk mengucapkan sepenggal ucapan selamat tinggal kepada seonggok kecil tanah baru di hadapanku. Hari itu aku telah menyimpan sebuah misteri, hari itu aku telah menabur sebuah teka-teki.

Seperempat abad berlalu, dan hari ini aku memeluk sebuah bintang yang tengah meringkuk nyaman dalam pelukan. Puluhan cerita telah ku dengar tentang asal mula sebuah bintang, tapi sesuatu hangat dalam dekapanku adalah benar-benar sesuatu yang lain, karena ia istimewa, karena ia terlahir dalam balutan kehangatan yang tak pernah luput ku curahkan, karena ia tumbuh di bawah pengawasan mataku, bahkan dengan tanganku sendiri pula aku menelantari kelahirannya ke dunia. Bintang istimewa yang membisikkan padaku banyak pengetahuan ambigu, ketika dulu pertama kali kita bertemu.
Sebuah kemustahilan yang menemukan jalan pulangnya. Sebuah teka-teki yang tak pernah ia bagi dengan siapapun dan tak akan pula ku bagi kepada siapapun. Bulatan kecil berpendar lembut yang pada akhirnya kunamainya sebagai bintang, adalah sesuatu yang dulu hadir di atas bantalku, mambuatku waspada sekaligus bertanya-tanya, bintang yang kemudian terlahir dari persembunyiannya, memastikan diriku bahwa keajaiban bukanlah sebuah abstrak dalam balon pengetahuan. Memastikan bahwa mulai saat kedatangannya, aku tak perlu lagi berkhayal tentang terbang dan memetik bintang, karena salah satu dari mereka telah menghadirkan dirinya sendiri terkhusus untuk manusia paling beruntung di abad ini.