Minggu, 08 Maret 2015

Island

Aku menamainya Island, lautan luas yang pernah kuarungi kemarin lalu. Menyantapi setiap debur ombak dalam riak tak terhingga. Menyumpal juga mulut-mulut lapar manusia daratan dengan banyaknya eksotisme bawah laut. Hari ini aku kembali singgah, bukan untuk berlayar, bukan pula untuk menyendoki gulungan air yang tak pernah lelah berlari mengejar lepas. Hari ini aku singgah, dengan niatan memandang. Meresapi debur pantai dari bangku yang dulu sempat kesebut sebagai tempat singgah para pecundang. Bertahun menjadi penikmat lautan jujur lantas membuatku lupa bagaimana menjadi manusia daratan. Aku mungkin telah terdaftar dalam sejenis makhluk amfibi.
.
.

Dear engkau yang pernah menikmati surga bersamaku. Baik-baiklah untuk hari ini dan juga nanti. Detik setelah aku resmi memutuskan untuk berjalan didaratan adalah saat terberat. Aku linglung, aku lupa bagaimana cara berdiri tegak. Mataku asing menatap rimbunan pohon yang menancap kuat kedalam bumi. Tanganku kaku ketika harus mengais udara yang notabene tak dapat kugenggam. Aku ingin berenang, aku ingin kembali merasuk dalam celupan dunia melayang. Lautan.
Dear engkau yang harus ku ucapkan selamat tinggal. Bernafaslah lebih lama didunia ini. Kembali aku meminta juga, hiduplah baik dan lebih baik untuk hari ini dan nanti. Aku tau dalam keluasanmu itu, hadirku adalah hanya seperti ikan kecil saja. Ikan yang tak akan pernah bisa hidup tanpa airmu, itu yang selalu kukatakan dulu. Tapi hari itu lain..aku bukan ikan yang pastilah mati ketika harus 'mentas' kedaratan. Dengan langkah pasti ku yakinkan diri bahwa aku manusia.
Dear engkau yang harus kutitipi selarik kata perpisahan. Langit diatas sana teramat cerah membentuk banyak awan membubung indah. Mengagumkan bukan? Taukah engkau awan disana adalah buku harian tersembunyi milikku? Semenjak keberadaanmu perlahan menguap beserta dentingan nada dan suaramu. Kepadanyalah selalu keluapkan segala rasa. Ketika aku bahagia, aku menengadahkan muka menatap awan beriring sembari berucap terimakasih. Tersenyum. Ketika aku menangis, kudongakkan mata hanya agar air dipelupuk berhenti menetes turun. Ketika kecewa, aku akan berlama-lama menatapi air didanau tenang. Disana kutemukan awan yang terpantul dari bening airnya. Ketika putus asa, kembali kunyalakan sadar dan ingatan bahwa sinar mataharipun tak sepanjang hari ada berpijar. Adakalanya ia akan tergantikan oleh malam tapi gelap tak selamanya gulita, dihadirkanNYA bintang sebagai celah kecil agar aku tak hilang arah.
.

Dear engkau..paragrafku hari ini mungkin tak akan lagi berarti setelah kata selamat tinggal terucap, menjadikannya selaput tipis pemisah hubungan kita. Tapi aku tak ingin semua berakhir dalam bencana. Sekalipun tetap saja hadirmu tak akan sesempurna dulu pijarnya. Biarkan kealamian membimbing kita. Engkau yang tetap dalam luas tak tercakupmu. Sedang aku tetap dalam balutan mungil kerangka milikku.
.

Dear engkau..jujur saja aku merindukanmu. Teramat. Sungguh. Aku ingat bagaimana dulu ombak milikmu selalu sukses mendatangkan tawa bahagia. Aku ingat bagaimana dulu keluasanmu selalu sukses menaikkan hasrat untukku menjelajahi bahkan mendekap dan memilikimu. Aku rindu perjuangan itu. Memaki para pemaki. Menyumpal mulut-mulut menganga para pembenci. Menampar juga burung camar yang tak berhenti berkicau meledekku. Aku rindu deru halus suaramu.
.
Dear engkau, jika nanti aku harus kembali pulang dalam peraduanku. Jangan bersedih, akan ada esok dimana kesempatan mungkin datang bahwa aku akan kembali menengokmu. Termangu sendiri dibawah terik diatas bangku pecundang. Aku akan singgah kembali sekalipun mimpiku detik ini bukan lagi menaklukkan keluasanmu. Sekalipun hasratku kali ini sudah bukan lagi memilikimu. Sekalipun keberadaanmu bukan lagi prioritas dalam daftarku. Aku akan tetap singgah demi mengorek rindu yang mungkin terselip ditiap barisan-barisan judul nada yang engkau ciptakan. Tak ada yang bisa memahami ini. Tidak akan ada.
.

Dear engkau..hadirmu telah kuabadikan dalam seujud anak. Bukan lagi embro naskah ataupun sekedar angan. Hadir dan cinta yang pernah datang itu telah kusulap menjadi paragraf beku. Kelak jika aku merindukanmu lagi sedang kakiku tak sanggup melangkah menuju tepimu, akan kudekap ia erat. Akan kudekap cerita kita. Akan kudekap kenangan kita.
Dear engkau..hiduplah dengan baik dan lebih baik lagi. Perjuanganku sekarang tak sanggup lagi tertolong nada juga debur ombakmu. Perjuanganku sekarang membutuhkan lebih dari sekedar ingin dan rasa andai engkau tau.
.

Dear engkau, tak pernah kusangka kata akhir itu ada dan sanggup menghampiri. Tapi hari ini aku bahagia. Aku teramat bahagia. Karena itu, tetap hiduplah baik-baik dan bahagia bersama. Terimakasih masih menerimaku hari ini untuk singgah. :-)
.
.

PresentForSJ.Sunday.Mar.8.15