Sabtu, 07 Juli 2018

Permulaan

Aku ingin menulis. Meski tak tahu apa yang sebenarnya ingin aku tulis. Aku ingin melepas kutukan yang dibuat saat aku masih muda, bukan berati hari ini sudah tua, hanya saja, tahun-tahun terakhir membuatku merasa seperti manusia sepenuhnya, bukan lagi remaja yang tengah mengoreki jati diri di setiap jengkal jalanan. Aku pernah berada di sana, di jalanan itu, merasakan dengan pasti apa itu sebuah kesepian dan berteman. Aku muda memiliki banyak teman dan juga penggemar. Meski aku sendiri tak mengerti apa yang mereka lihat lebih pada diriku. Bohong, aku tidak sebodoh itu untuk tidak memahami apa bakat yang kumiliki. Dan jujur adalah sebuah badai yang datang di siang hari kala panas tengah menyengat kota ini. Aku muda, selalu memainkan sebuah peran, peran tentang seseorang yang begitu mengarat, peran tentang seseorang yang membutuhkan kasih sayang, peran tentang seseorang yang begitu bijak. Aku mengganti peranku sesuai dengan moodku hari itu. Atau dengan siapa aku tengah berbicara lebih tepatnya. Aku menjadi orang lain, aku tidak mengenakan topeng, tapi dari lubuk hatiku menyadari bahwa aku tengah bersembunyi di balik sebuah peran. Aku ingin terlihat berguna, aku ingin sekedar terlihat, dan aku ingin sempurna. Khayalan termuluk yang di miliki hampir seluruh remaja di dunia. Termasuk diriku.

Ketika muda, aku gemar sekali menulis, menceritakan apapun keresahan yang tengah kurasakan, atau hal apapun yang saat itu singgah di otakku. Aku tidak memperhatikan apapun saat itu, tidak ejaan, tidak pula letak titik dan koma yang benar. Yang aku tau aku tengah menuangkan, seperti melukis abstrak di atas sebuah kanvas. Tidak banyak orang yang bisa mengapresiasi lukisan abstrak, termasuk juga jenis tulisanku. Tapi saat itu, aku tidak peduli, selama menulis tetap bisa menjaga kewarasanku, aku sudah cukup berbahagia karena alasan satu itu. Dulu aku adalah seseorang yang polos, bukan polos tapi jujur mendekati bodoh lebih tepatnya. Aku menuangkan segala yang kurasa, tanpa peduli jika diriku akan menjadi sebuah buku di atas sebuah meja, siapapun akan membacanya, dan siapapun bisa mengetahui isinya, namun itulah memang tujuanku, aku ingin berguna, sempurna, dan terlihat ada. Aku membuat tulisan seperti meletakkan makanan yang dengan sengaja bertujuan untuk mengundang lalat. Aku keji, berpikir akan memiliki penggemar dengan menarik mereka secara perlahan melalui tulisan dan isi hatiku. Dan semua itu adalah masa lalu.

Beberapa tahun ke belakang, aku menghentikan kegiatan menulisku. Bukan sebuah rencana sebenarnya, karena tidak bisa menghasilkan tulisan memang bukanlah keinginanku. Aku berbahagia, satu alasan yang mendasari mandeknya ide mengetik di kepalaku. Aku gugup, aku mentah, aku merasa tidak akan bisa menghasilkan apa-apa. Dan memang benar, semua ketikan-ketikan yang terus ku coba hanya berhasil sampai ke titik tunggu, dan bukan publikasi. Aku berbahagia untuk kehidupan yang tidak akan kurincikan detailnya di halaman ini. Mungkin pada lain waktu, dan pasti memang akan ku tulis pada lain waktu. Bahagia adalah sebuah perasaan kompleks. Aku tidak bisa berfokus pada satu keresahan yang ingin ku angkat. Ketika aku mulai mencoba, entah dari penjuru mana, aku melihat sebuah godam yang melenyapkan semuanya, aku gagal meresapi penderitaan, dan merasa harus tertawa. Ketika muda, aku menarik sebuah kesimpulan dari ketidak beraturannya sistem menulisku. Aku membuat sebuah mantra yang kelak mengutuk dan mengurungku dalam pernyataan itu, bahwa aku tidak akan bisa menghasilkan tulisan apa-apa ketika tengah berbahagia. Lihatlah, kehidupan baruku beberapa tahun terakhir memberikan bukti nyatanya. Namun pagi ini, aku ingin bangun. Aku ingin mengakali dan berlari dari kutukan yang pernah mengurungku. Jangan tanya berapa kali sudah aku mencoba, karena memang, memulai sebuah tulisan panjang setelah sekian lama rehat adalah sesuatu yang sulitnya tak terbayangkan. Seperti mencoba merasakan keberadaan tangan ketika tengah berada di alam mimpi. Sebuah pemaksaan yang harus di jadikan kenyataan. Dan pagi ini, di usia yang masih muda namun memiliki pandangan dan juga pegangan pasti. Bukan sebuah sapa penggemar yang ingin ku tuai dari ketikan ini. Tapi sebuah rasa lapar akan kebutuhan yang harus terus dan tetap terpenuhi. Tidak peduli seberapa buruknya itu, aku harus tetap menggerakkan tanganku dan mengenyangkan jiwa dengan sebuah tulisan.