Senin, 14 Agustus 2017

Keajaiban Selanjutnya

Juli telah berlalu setelah berhasil memutar banyak angka penuh makna. Agustus datang dan telah beranjak hingga separo perjalanan. Dan aku bahkan belum menandakan dalam satu judulpun di bulan ini. Entahlah, setiap kali aku ingin mulai untuk menulis, sesuatu seakan membisiki telinga hatiku, "Tidak saat ini." aku bisa apa memangnya ? Sementara memaksa tidak apa pernah menghasilkan apa-apa. Otakku sepertinya tengah dalam upaya istirahat untuk mendeskripsi. Ia bahkan tak membiarkanku untuk berpujangga seperti sebelum-sebelumnya. Keresahan bukannya tidak ada, dia selalu nampak tapi dalam kondisi yang tersamar acak. Dan seperti biasanya, aku selalu sulit untuk bisa menangkap garis merah dari sinyal yang samar dan lemah. Jadilah dalam separo bulan ini, kuhabiskan apapun dengan cara menikmati. Seperti pula negeri ini, aku pun memiliki cerita spesial di bulan ini. Semua orang tahu, sebuah klimaks akan sesuatu yang kusebut penyiksaan diri paling elegan telah terjadi di angka dalam separo bulan ini. Agustus dengan banyaknya rentetan cerita, dan aku terlalu bingung untuk memulainya dari mana. Ari akan menabokku keras-keras jika tahu aku menjadikannya lagi sebagai intisari dari tema kali ini. Aku telah lama mencium aroma keengganan darinya jika menyangkut hal-hal yang berbau puitis dan dramatis. Tapi memang selama ini tulisanku berbumbu seperti itu ? Rasanya tidak, kan ? Entahlah. Tapi keengganan itu tak pernah mau beranjak dari perkiraanku. Mungkin karena aku berekspetasi terlalu tinggi, berharap Ari pun akan bersedia membalas kekagumannya pada diriku dengan cara yang sama, yakni menuangkan dalam ujud cerita. Aku telah salah paham kepadanya untuk angan yang satu itu. Karena Ari adalah Ari. Sebuah nama yang tak akan bisa bersanding dengan kata-kata romantis dan juga bunga. Sebuah nama yang terlalu sulit untuk bersanding dengan cinta. Tapi Ari selalu ada, dan menjaga.
.
Berbicara mengenai Ari akan sulit jika tidak menyinggung keturunannya. Cetak biru dari Ari yang selalu bisa membuatku menggelengkan kepala. Sebuah nama yang dalam satu tahun terakhir telah mematenkan diri untuk menjadi sebuah tema yang konsisten hilir mudir di tempat ini. Hara. Ketika manusia-manusia lain menyambut semburat keemasan di ufuk timur sana dengan berbagai usaha dan perjuangan. Maka aku akan di sibukkan dengan cara yang lain. Yakni mencintai. Aku sibuk mengagumi bayi mungil yang tengah beranjak menjadi gadis kecil milikku. Cetak biru Ari yang begitu cantik dan menggemaskan. Hari-hari terlalui bersamanya dengan sangat menggembirakan. Setiap keajaiban akan jatuh bersamaan dengan gerak-gerik dan tutur kata yang keluar dari mulutnya. Aku tidak sedang berandai dan melebihkan. Karena memang itu nyata adanya. Jiwaku telah terbelah menjadi dua semenjak ia ada. Tapi aku baru benar-benar menyadarinya beberapa waktu belakangan ini. Rasa sakit seperti tercabik saat dulu harus melahirkannya telah terhapus secara perlahan dari ingatan. Waktu bergulir dengan sangat cepat dan Hara adalah sebuah keajaiban. Hadiah terbesar yang pernah kuterima selama keberadaanku di dunia. Ia membuatku berhenti menginginkan. Namun alih-alih membuatku mandek, ia justru membuatku berangan tentang masa depan. Sebuah masa dimana nanti disana yang ada hanyalah cinta. Aku akan memaksa Ari untuk kembali berpujangga, agar dunia tahu betapa menakjubkan perkembangan dari cetak birunya. Aku bahkan kembali berpikir untuk bisa menghadirkan lagi yang seperti Hara. Tentu saja aku akan rela, rela melewati masa tercabik itu lagi, rela membagi lagi jiwa yang hanya tinggal separo ini, rela menghabiskan waktu-waktu menuju tuaku untuk mengurus mereka. Apapun untuk keajaiban yang ke dua. Ari mungkin akan tertawa jika aku mengutarakan niat ini. Tapi tak apa, aku rela di tertawakan olehnya. Karena aku yakin Ari pun memendam niat yang sama, menciptakan keajaiban yang ke dua. Hanya dua. Karena mungkin aku tak akan sanggup lagi untuk membopong bahagia yang terlampau besar jika saja ada keajaiban yang ke tiga, ke empat dan seterusnya. Ari benaran akan menertawakanku setelah ini.
.
Dan untuk rumah ini, kepada pengikut yang hampir selalu ada untuk sekedar mampir atau mengagumi setiap keping sajian. Jangan bertanya kenapa aku tahu bahwa kalian ada. Cukup pahami ini, bahwa aku telah menghabiskan banyak cerita bahkan hampir separo dari satu keutuhan bulat yang pernah terjadi dalam hidupku. Aku berbahagia ? Tentu saja. Rumah ini berperan penting dalam menjagaku agar tidak serta-merta menjadi gila. Endapan sampah yang kutuang tema demi tema adalah proses untuk menjagaku tetap bersih dan sehat. Ya, ketika manusia lain menjaga keduanya dengan cara mandi dan berolah raga, aku cukup dengan menulis. Penghematan besar-besaran bukan ? Kehadiranku di tempat ini mungkin akan semakin menjarang setiap waktunya. Karena seperti yang selalu kukatakan, aku tak bisa menghasilkan tulisan apa-apa ketika tengah berbahagia. Dan aku tengah mengantisipasi hal itu seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan Hara. Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar