Rabu, 25 Oktober 2017

Hubungan Lucu

Baru saja beberapa waktu lalu aku berkata bahwa aku bisa menghasilkan tulisan hanya jika tengah berduka saja. Tapi nyatanya sekarang disinilah aku, terdampar dalam paragraf bersama seseorang yang tak kuketahui nama lengkapnya. Kesedihan itu ada, tapi berada ditempat lain, dalam relung tersembunyi dan sedang tak ingin kubagi-bagi.
.
Dia bukan siapa-siapa, hanya sebuah nama yang secara kebetulan mampir dalam secuil waktu bernapasku. Sebuah nama yang secara sukarela mau untuk kubebani segala tetek bengek tentang mimpi. Sebuah nama yang mau untuk berbagi semua borok diri. Aku selalu merasa telanjang ketika tengah bersamanya. Bahkan lebih dari itu. Membeberkan segala rasa tanpa sedikitpun tameng aling-aling, bukankah itu lebih memalukan ketimbang hanya berpolos diri tanpa mengenakan apa-apa ? Ya, dan aku selalu melakukan itu di depannya. Rasanya sungguh melegakan sekali ketika kita memiliki telinga yang dapat menampung segala macam perbendaharaan kata tanpa perlu repot menyaring dan memilah dulu. Dan bersamanya, borok hidup yang selama sekian tahun kubekap dan kututup rapat, satu persatu mulai menunjukkan diri. Sungguh aku tak pernah tahu sebelumnya bahwa ternyata melelehkan dosa akan segampang dan seenak ini.
.
.
Kami bukanlah dua sahabat manis seperti yang mungkin tertangkap mata kalian. Seperti yang pernah kukatakan sebelumnya, bahwa dia bukanlah siapa-siapa. Hanya sebuah nama yang secara tak sengaja terangkut perjalanan darah dalam memompa detak nadi. Kami bertemu karena sebuah mimpi. Kami di pertemukan karena adanya banyak persamaan mengikat. Tapi kemudian mimpiku membeku, dan ya, aku manusia normal, yang otaknya akan secara aktif memproduksi mimpi-mimpi lain ketika mendapati mimpi beku di dalam kepala. Mimpi beku tak ubahnya seperti sampah yang harus menemukan peristirahatan sewajarnya. Mimpi beku tak lain adalah memori bertanda kutip yang perlu untuk dikemas dan diselotip ganda. Mimpi yang dulu menyatukan
aku dan si nama itu perlahan menemui garis akhir. Dan aku berpikir akan terselesaikan juga ikatan yang pernah kami ikat bersama. Tapi nyatanya tidak. Sekalipun tidak seerat pada mulanya, tapi ia dengan muka badaknya berhasil menembus teritoriku. Mengelabui si manusia "sok cool" ini hingga tanpa menyisakan ampas. Ya. Kegigihannya untuk menyambung tali bersamaku melupakan tentang siapa sebenarnya aku dan siapa sebenarnya dia. Dunianya yang seringnya gagal untuk kupahami, dan duniaku yang selalu kupamerkan dengan tujuan untuk membuatnya iri. Selalu mulus dalam menjembatani ikatan ini. Dan dalam relung entah dimana, satu jawaban muncul kepadanya yang selalu menggadang bahwa ia akan bertahan bersamaku selamanya. Aku jelas sama sekali tak percaya kata selamanya, apa yang akan ia harapkan lagi ? Dan satu kenyataan yang tak berani kubagi dengannya adalah bahwa entah pada mimpinya yang mana dan yang keberapa nanti, aku yakin mimpinya itu akan secara perlahan mengurai ikatan kami, memisahkan dan membuat jarak itu ada sekaligus nyata. Ia selalu berkata dan seakan percaya pada kata selamanya. Tapi memangnya siapa aku ? Siapa dia ? Teman ? Bukan. Saudara ? Bukan. Pacar gelap ? Bukan. Lalu tali mana lagi yang akan sanggup menyelamatkan ikatan ini ? Mungkin kegilaan adalah satu-satunya jawaban yang hampir mendekati kata tepat sepenuhnya.
.
Kami, dua wanita dewasa yang siang ini menyentuh kata tentang kematian segampang mengaduk gula pasir dalam secangkir teh panas. Ternyata tak memiliki hubungan apa-apa sebenarnya. Dia bukan siapa-siapa bagiku, dan aku harap dirinya pun menempatkanku diposisi sama sepertiku menempatkannya. Aku tak berani menaikkan keberadaannya pada posisi yang lebih tinggi, karena sebenarnya hanya dengan satu langkah lagi dia melangkah, posisi vital lah yang tengah menunggunya untuk di tempati. Dan posisi itu tak akan pernah tertempati, karena memang jarak itu ada dan nyata. Keberadaannya yang selalu tepat mengisi kenyamananku selama sekian waktu tak pelak menghadirkan tanya yang tak pernah termuntahkan dari bibir, mungkinkah makhluk ini benaran nyata ? Mungkinkah kakinya berjalan menapak dan bukan mengambang ?
.
.
Dia hanyalah nama yang secara kebetulan terisap masuk dalam rotasi yang terbentuk di sekeliling hidupku, makhluk yang berdiam di penghujung Sumatera sana. Yang kebetulan lagi disanalah salah satu tempat yang masuk dalam daftar kunjungku meski sekali dalam hidup. Dan ya, kami perlu bertemu secara nyata suatu hari nanti, entah untuk memastikan bahwa kakinya menapak atau tidak, entah untuk menyaksikan bahwa tanah kediamannya memang seapik yang pernah kubaca dan kudengar atau mungkin alasan yang lain. Hanya saja yang pasti. Aku akan memantrai jalan hidupnya agar tetap mulus dan tanpa hambatan, hingga akhirnya ia memiliki peluang untuk menemuiku hanya demi saling memastikan borok dan dosa yang pernah terucap tak tersebar dan tersimpan aman. Catatan kali ini hanya untuk memastikannya tetap sadar dan ingat bahwa aku ada. Dan betapa hubungan tanpa nama ini ternyata menguntungkan dan membahagiakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar