Minggu, 06 Juli 2014

Monster

Deretan tetes langit turun dengan sangat rapat disepertiganya malam. Selamat pagi alam..selamat pagi sayang.

Seonggok tubuh meringkuk kecil bertutup rapat selimut tebal. Aura jingga memenuhi ruang membungkus pekat gundukan diatas kasur, ia tengah merindukan..ia tengah menginginkan..dan yang bisa ia tunjukkan hanyalah rangkaian aksara, bukan wicara.
Pagi datang, pagi berlalu secepat mata berkedip. Dan tak ada dingin yang lebih membunuh ketimbang ingin yang tak terucapkan.

Dear sayang..terketukkah engkau ketika nanti kulahirkan satu paragraf untukmu? Satu pengucapan yang tak sanggup diperlihatkan si daging kenyal tanpa tulang. Lidah.
Seseorang berkata padaku, tak ada yang lebih bijak dari seorang guru ketimbang waktu. Benarkah itu? Lalu kenapa pelajaranku berhenti ditempat tanpa mau menaiki masa jabat? Iya, ini tentang keberadaanmu sayang..tentang banyak wajahku..dan tentang hujan yang menyatukan.

Adalah sebuah mimpi, tetap sebuah mimpi ketika aku akhirnya memilikimu. Menemukanmu adalah seperti ketika mereka yang dalam kuyup menemukan gubuk untuk persinggahannya. Malang untukmu tentu saja ketika harus menerima tamu tak tau adat dalam keadaan basah mengenaskan.
Taukah engkau sayang? Raga milikku membalut sempurna sesosok monster. Menyemainya dengan gigih hingga kemudian perlahan menguasai, mengajariku untuk memaki, mencabik bahkan melayangkan kepalan tangan.
Pernahkah engkau merasakan amukannya? Pernahkah engkau terluka karena jangkauan cakar-cakarnya? Dengan segala daya dan kuasaku, maafkanlah ia. Harusnya ku ikat ia lebih kencang dari sebelumnya. Harusnya kumusnahkan saja monster mengerikan itu, sebelum akhirnya engkau mati karena tak lagi sanggup bertahan dengan jilatan apinya. Maaf sayang karena membiarkan ia tetap hidup..karena aku sendiri sungguh kewalahan menjinakkannya.

Derap langkah hujan terhenti tepat di ujung pagi. Menyisakan dingin tak terbaca lengkap dengan tremor kekalnya. Seonggok tubuh masih disana, meringkuk menginginkan peluk. Ia masih merindukan. Ia masih berkaca dibayangan matanya. Tetes-tetes harap turun dengan serdadu yang kian jarang. Rentetan kata mengaum pasti memecah selaput nyata. Ini mungkin akan menjadi paragraf singkat, atau sebaliknya. Tergantung kepala. Tergantung seberapa kuat engkau sanggup berjabat dengan monster didalamku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar