Senin, 16 November 2015

Otak Melata

Aku bukanlah orang baik lagi ketika mulai menyatakan diri bahwa aku adalah orang yang baik.
Aku berhenti menulis ketika mulai mendeklarasikan diri sebagai penulis.
Aku mulai kesepian seusai mencatat dengan teliti siapa saja nama teman-teman.

.



Ayahku pergi tepat ketika aku selesai berfikir bahwa aku merindukan sosok nyata seorang ayah.

Buku pertamaku tetaplah yang pertama dan hanya jadi yang pertama tepat ketika aku mulai berbangga diri bahwa aku memang bisa.
Sepi yang awalnya tercium samar keberadaannya, mulai menusuk tepat ketika aku mulai menunjukkan pada sebuah nama betapa beruntung karena aku memilikinya.
.
Hidup ini, tidak akan menjadi lebih aneh lagi jika aku bisa mengendalikan semuanya. Tidak akan menjadi lebih membingungkan lagi jika aku bisa berdamai dengan segalanya.

.

Kepalaku. Tidak mungkin hanya berisi cairan dan gumpalan-gumpalan zat yang tak kuketahui namanya. Aku percaya, disana terdapat seonggok nyawa. Aku percaya disana terdapat sebuah nama. Sesuatu yang mengatur dari pergerakan kaki hingga saluran darah. Tidak, bukan itu. Aku tau yang engkau semua maksudkan. Tapi maaf, aku adalah sesuatu anomali.

.

Disela ketidaksibukanku akan ketiadaan kegiatan yang harus kulakukan. Dengan tumpukan protein yang setiap hari kujejalkan. Tidak bisakah seorang aku mulai berfikir tentang adanya sesuatu yang janggal ? Atau mungkin mulai membedah dan mencari sendiri apa yang menjadi parasit dengan menumpang hidup seenak jidatnya didalam kepalaku ?
Aku mulai gila.

.

Sore ini, didalam skala kecil rumah. Dan bukan dalam alam pikiran. Aku mulai menggelisahkan sesuatu. Ibu. Sekian hari berkutat dalam atap dan atmosfir sama dengannya mulai membuatku berfikir. Ia. Kenapa perkataan seringnya (re; cerewetnya) selalu memusingkan kepala ? Tidak. Aku belajar sesuatu sekarang. Aku tidak ingin kehilangan ibuku untuk saat ini. Dan belum siap untuk saat kapanpun. Ya! Bom yang kuledakkan diawal paragraf adalah ketakutan terbesarku sekarang. Bom yang kuledakkan diawal paragraf adalah pelajaran yang harus kutelan cepat-cepat.

.
Bagaimana ini bisa terjadi. Aku. Seseorang ter-ndableg yang pernah kutahu, ternyata mulai menakutkan sesuatu yang bahkan belum terjadi. Bagaimana bisa ? Ataukah ini efek lelah karena jam tidur yang berlebihan ? Ataukah ini keresahan yang lama muncul namun tak izinkan muncul ke permukaan ?
Aku mencemaskan terlalu banyak hal.
Dari pemikiran wajar seperti, "bagaimana jika koneksi internet putus disaat aku meng-upload catatan ini?"
Sampai pemikiran yang terkadang kurang masuk akal, "bagaimana jika ternyata ular hidup didalam bantal yang kupakai?", "bagaimana jika ternyata aku ini bukan manusia utuh, tapi setengahnya berdarah cicak?"

.
Aku tau, aku harus mulai menekan pemikiran-pemikiran menyimpang milikku. Aku tau, aku harus mulai percaya bahwa aku manusia sepenuhnya dan bukan blasteran cicak melata. Aku harus mulai percaya bahwa aku tidak membunuh ayahku hanya karena aku pernah menginginkannya untuk hadir dalam format yang berbeda. Aku harus mulai percaya bahwa buku kedua, ketiga dan seterusnya akan hadir tepat pada waktunya. Aku harus percaya bahwa suami adalah teman terbaik dan mungkin tak seharusnya ku elukan ia kedalam paragraf panjang seperti aku mengelukan banyak temanku sebelumnya.
Aku akan mulai percaya bahwa sebenarnya aku bukanlah anomali atau sesuatu yang lain hanya karena sadar didalam kepala mungkin tumbuh nyawa.
.
.
Apa arti semua ini ? Bagaimana mungkin aku bertanya sebodoh ini ?
Kepalaku tidak menyimpan seonggok nyawa tentu saja. Tapi disana tersimpan juga ekor, taring, bahkan cakar milikku. Disana tersimpan keinginan juga hasrat terdasarku yakni keinginan untuk memanjat, merayap, melata. Mungkin juga, sesuatu yang selalu kukira ular didalam bantal pastilah itu aku yang tengah bertransformasi menjadi diriku yang lain.
Bagaimana bisa aku sejenius ini ! Meresahkan sesuatu hal yang bahkan tidak ada, lalu menuangkannya dalam sebuah cerita, lalu mempertanyakan sendiri apa kiranya keresahan yang tengah kuhadapi, lalu..lalu..wush ! Lagi-lagi aku menduga didalam kepalaku juga terdapat jemari, ia yang menjabarkan sendiri setiap keresahan dan mencocokkannya dengan jawaban.
Semua ini apa ? Apa yang kutakutkan ? Apa yang selalu menggigilkan tubuhku ? Gempa bumi ? Siapa dia ?

.

Shit ! Ini bukan jenius ! Aku tau nama yang lebih pas untuk mewadahi segala argumen ini. Mimbar ketinggian itu, mikrofon yang menggemakan itu, lampu yang menyorot dan menyilaukan itu. Semuanya tai cicak ? Jadi..panjang lebar aku menulis semua ini, hanya seperti ini tema keresahannya ?


.
.
.
.
.
.
.
.
.

Waktu ternyata adalah sejenis dinding. Serakus apa keinginanku untuk melihat semua sebelum saatnya. Hanya akan membuat telapak tangan dan kakiku halus tanpa kapalan. Semuanya akan datang seiring dengan luasnya dinding yang kujelajah. Semuanya akan datang seiring dengan waktu yang ditapaki.
Lalu kenapa pernah kuinginkan untuk bisa terbang ? Menjadi cicak itu jauh lebih menyenangkan. I swear ! ;-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar