Rabu, 13 November 2019

Abu Yang Lain

Harusnya semua hal tentangmu telah lama hilang dari ingatanku. Harusnya semua ingatan tentangmu telah lama menjadi debu seiring dengan padamnya bara yang dulu menyala dengan begitu hebatnya. Tapi nyatanya disinilah aku, terseok dalam langkah sendiri, memunguti remah-remah ingatan tentangmu yang berjatuhan dengan begitu derasnya seperti tetesan hujan di luar. Aku bahagia karena ketika akhir menyentuh hubungan kita, hanya hal baik yang menyelimuti kenangannya. Sepuluh,  sebelas, berapa angka yang kau suka sekarang? Apakah masih tigabelas seperti dulu itu? Apakah tidak terlalu naif untuk mempertahankan keutuhan ketika kepingan dan keretakan telah nyata hadir di depan mata? Atau justru itu cara terakhirmu untuk mempertahankan kehidupan? 

Harusnya aku hidup berbahagia dengan pilihan yang sekian waktu lalu kubuat. Dan memang seperti itu adanya. Tapi kebahagiaan mendadak hadir sebagai kepingan puzzle ketika aku mengenalmu lalu pergi dan kemudian menemukannya. Bukankah kebahagiaan harusnya adalah sebuah perasaan tunggal dan utuh? Bukannya sesuatu yang terbagi dan bisa di bongkar lalu di pasang ulang? Aku mendadak linglung dalam memahami mode emosi yang satu itu. Karena tidak bisa di pungkiri, aku masih bisa merasakan sentuhan hangat dalam kehadiran samarmu. Bukankah semua ingatan tentang sentuhanmu harusnya juga ikut menghilang seiring dengan kuatnya tekadku meninggalkanmu? Tapi nyatanya kenangan hadir dalam caranya sendiri, yang harus di akui begitu unik dan mengagumkan. 

Lihatlah, aku terlihat seperti anak umur belasan, yang ragu dengan perasaannya sendiri, gamang untuk menjabarkan apa yang ada di dalam hati atau dengan sesuatu yang samar mengganggu pandangan. 

Apakah kau ingat ketika aku mengenalmu dalam umur belasan? Awal dari pertemuan kita. Obsesi sekaligus api pertamaku. Aku lupa apa panggilan pertamaku untukmu, atau bagaimana ejaan pertamaku dalam memanggil namamu. Semua begitu abu, tapi kepingan masa ketika aku akhirnya mengakui jatuh cinta dan tergila-gila denganmu adalah sesuatu yang saat ini terasa jelas terlihat seperti tegasnya warna biru di atas langit tanpa awan, atau sejernih hijaunya rumput tanpa selimut embun yang dinginnya selalu membekukan. Aku pernah jatuh cinta dengan begitu hebatnya, seperti melihat putaran video tentang dua kaki dengan tarian yang sangat indah, sementara sekarang memandang dua kaki itu terdiam membuat pertanyaan tentang benarkah aku pernah melakukannya? merasakannya? Semuanya terlalu nyata untuk hanya di anggap angan. 
Apa kau ingat sekian tahun yang terlewati untuk mengobservasi dan juga menemukanmu? Bahkan sekarang masih bisa kurasakan mekarnya kuntum cantik itu di dalam dada. Perasaan berbunga-bunga yang selalu membuat iri siapapun yang mendengarnya. 
Apa kau ingat tentang buku bersampul biru bergambar lautan yang pernah kubuat dulu? Aku punya dua dan belum selesai juga membacanya, entahlah, mungkin titik puncakku dalam mengobservasi dan menemukanmu ada pada saat proses pembuatan buku-buku itu, menuliskan pengalaman cinta adalah sesuatu yang sangat menakjubkan, hingga kesalahan-kesalahan pun akan terlihat seperti ornamen lain penghias halaman, bukannya sesuatu yang mengganggu pandangan. Baru beberapa waktu terakhir ini aku menyadari bahwa buku itu mengandung banyak kesalahan, bukan lagi terlihat seperti buku menggemaskan dengan banyak hiasan yang sedap dipandang. Aku terlalu telanjang, meskipun malu tetap harus di akui bagaimanapun juga. Tentang vulgarnya penulisanku saat itu mengenai perasaanku kepadamu. Ketika orang lain mengakui cinta monyetnya yang begitu membekas dengan dijadikan ajang untuk saling ledek dan banyolan. Aku memperlakukan kenangan cinta monyetku dengan cara mengemasnya dalam buku absurd penuh pengakuan-pengakuan memalukan. Apa kataku saat itu? Percaya pada kata selamanya? Tidak ada kata akhir yang ada hanyalah kata selanjutnya? Dan disinilah aku sekarang, meringis ngeri sendiri sambil memunguti remah-remah kenangan. Karena kita telah berakhir tentu saja, karena hubungan kita menemui kata selanjutnya tapi dengan nama tokoh dan latar belakang yang berbeda. Namamu masih hidup tapi hanya sebagai catatan kaki semata. Maaf untuk mengakuinya seperti itu, tapi seperti yang selalu kukatakan pada mereka yang haus pada peneranganku, bahwa tersesat pada dalamnya lubang cintamu adalah sesuatu yang patut untuk dikemas dan dikenang. Bukan hal yang aneh untuk menempatkan cinta monyet sebagai hal tergila dalam perjalanan hidup seseorang, karena bagaimanapun setiap orang akan melewati fase satu itu, dan aku berterimakasih kepada siapapun pembuat skenario hidup karena menempatkanmu sebagai bahan untuk dikenang.
Lalu apa kau ingat tentang waktu-waktu intim ketika kita bersama? Entah dalam sesi melamunku di dalam sebuah perjalanan ataupun malam-malam panas di sepertiga malam yang selalu kita lewatkan. Karena aku mengingat semuanya. Aku bukan hanya si pemantik tapi juga nyala api itu sendiri, akulah bara yang kemudian beralih menjadi abu itu sendiri. Aku melalui semuanya dan mengingatnya. 


Awalnya aku mengira hanya luka yang bisa disembuhkan oleh waktu, tapi ternyata rasa rindu pun bisa diobati olehnya. Sekian tahun memunggungi, beberapa kali memungkiri, tapi sekarang kakiku berdiri tegak dan mengakui lantang, bahwasanya semua putaran video yang datang sejelas warna kabut di kejauhan ternyata memiliki warna tunggal dan nama terang. Yakni kerinduan. Semua terjelaskan akhirnya petang ini, kenapa abu yang harusnya telah lama hilang terbawa waktu mendadak menempelkan diri di setiap ujung helai rambut yang ada di sekujur tubuh. Karena abu itu tidak pergi kemana-mana, benar si pemantik telah menyalakan dirinya sendiri untuk membuat api, benar bara telah tersulut dengan begitu mudah tanpa adanya bantuan, tapi abu adalah sesuatu yang lain, dia mati namun selalu memiliki cara untuk menampakkan diri, dia mati namun keluasan udara justru membuatnya bisa pergi kemanapun sesuka hati, termasuk juga memasuki sudut antartika lalu kembali kesini, relung hati yang pernah membuatnya terdiam nyaman. Kembali padaku. 


Apa kau lihat itu? Seberapa mudah aku mengingat semuanya jika itu tentangmu. Betapa akhir masihlah menjadi misteri karena kisah selanjutnya pastilah selalu ada, betapa selalu ada spasi panjang di belakang titik yang jelas-jelas membawa tanda untuk mengakhiri kalimat atau sebuah cerita. Semuanya jelas karena selalu ada kesempatan untuk membuat cerita yang lain, kisah yang lain, dan meskipun ceritaku berlanjut sekarang, dan meskipun si buku biru bersampul gambar lautan pada akhirnya nanti memiliki 'adik kecilnya', tapi tentangmu, kisah unik denganmu memilki judul tersendiri yang tak mungkin bisa untuk digabung dengan judul yang lain. Itulah kenapa kabahagiaan seperti sebuah puzzle sekarang, karena ada banyak tema cinta, ada banyak alasan untuk berbahagia, entah yang datang dari masa lampau dalam ujud kenangan, atau yang datang dari masa kini dalam ujud kenyataan, atau justru yang hadir dari masa mendatang dan berujud harapan atau impian. Semua tergantung pada pilihan kita untuk berbahagia pada kisah yang mana, untuk alasan kenapa dan pada siapa. 

Untukku, namamu adalah yang paling tepat mengisi celah kepingan di dalam sana. Tempat yang tak mungkin kau datangi tapi akan selalu kujaga. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar