Senin, 18 November 2019

Catatan Singkat

Untuk sekali ini saja, bisakah kita berbicara seperti layaknya dua teman? Mari sejenak lupakan ikatan pengandung dan yang dikandung antara kita. 

Ketika kamu mulai memahami ketikan ini dan juga tulisan-tulisan yang lainnya, aku mungkin sudah mencapai surga atau sebaliknya sedang terseok di ujung neraka.

Namamu berarti unsur penting dalam sebuah kehidupan. Dan memang begitulah adanya dirimu. 
Memahamiku tidak semudah membaca halaman demi halaman buku, memahamiku tidak segampang menghapal rute perjalanan. 

Awal kedatanganmu adalah sebuah keajaiban. Kita di pertemukan untuk mempererat dua ikatan yang hampir melonggar. Dan tahukah kamu bahwa aku telah lebih dari sekali untuk menyerah dari Ari? Dan tahukah kamu bahwa hingga saat ini aku masih berpendapat bahwa kalian berdua layak mendapatkan teman yang lebih dan jauh lebih baik dari pada si brengsek satu ini? 

Ada kalanya aku seperti mengenali diriku sendiri, dan waktu lainnya benar-benar membuatku bertanya siapa aku sebenarnya. Beberapa waktu terasa lebih menakutkan ketimbang halaman terburuk dari episode yang paling mengerikan. 
Berapa kali dalam pertemuan singkat kita aku telah mengeluarkan auman dan juga cakaran? Berapa kali aku melukaimu sebelum akhirnya benar-benar merobek lembar kehidupanmu? 

Dulu aku selalu berangan-angan akan menjadi teman terbaik sedunia. Dulu aku selalu berharap agar kehadiranmu bisa menenangkan pertarungan di dalam kepala. Tidak harus selalu menjadi pemenang, karena aku hanya ingin sebuah ketenangan.
Setahun, lima tahun, entah sudah berapa waktu aku menyadari bahwa kepalaku bertanggung jawab untul sekian banyal drama, yang selalu membuatku tersudut, terasing dan sampai akhirnya terbuang. Ya, aku bukan orang baik jika kau ingin tahu. Aku adalah sesuatu yang buruk dengan jenis perasaan yang lebih peka ketimbang paus sekalipun ataupun makhluk lain di alam semesta. Awalnya aku mengira itu sebuah kewajaran yang selalu dimiliki kaum perempuan, tapi nyatanya bukan. Aku mengandung  hal yang tidak bisa kupahami atau kumengerti di dalam tubuh ini.
Ari beruntung jika masih bisa hidup sampai kau benar-benar bisa memahami tulisan ini nantinya. 

Ingatkah kau pada malam-malam sepi bersama kita? Ketika orang lain menyanyikan lagu-lagu manis untuk mengantarkan tidur anaknya, aku justru melakukannya dengan membisikimu banyak maaf. 
Ingatkah kau pada air mata yang selalu merebak hanya di depanmu? Ya, aku takut terlihat tidak sempurna, namun semakin aku takut justru semakin terus kulakukan hal yang sebaliknya. Dunia mendadak berbalik muka semuanya. Aku yang awalnya tidak berteman dan berkubang dalam kesendirian harus mengakui bahwa yang terburuk masih ada dan menyergapku pada akhirnya. 

Jika ada hal lain yang harus kukatakan, maka itu adalah maaf (lagi). Aku melukai yang lain juga selain dirimu, Ari tak terkecuali. Ada sesak yang tak pernah ku bagi dengan siapa-siapa yang akhirnya hanya bisa kulepaskan dalam ujud air mata. 
Normalnya orang akan berubah menjadi lebih baik bukankah? Tapi padaku, hal yang sebaliknya justru yang terjadi. Bekal yang dulu pernah kuucapkan akan di selipkan pada saku milikmu, mendadak lupa daftar. Bekal yang dulu sudah kusiapkan meski hanya seadanya, mendadak kehilangan arah dan tujuan. Aku pernah mengarahkanmu bukan menjadi sesuatu yang kuinginkan, tapi menjadi sesuatu yang baik menurut pengalaman dan juga yang pernah dunia standarkan. Tapi apakah itu akan terpatri di ingatanmu?
Hal yang kutahu adalah aku ingin benar-benar menyerah pada semua hal. Berhenti menjadi manusiawi dan hanya terus bernapas tanpa pernah benar-benar memikirkan apa yang kumau dan apa yang dunia butuhkan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar