Minggu, 17 Agustus 2014

Empat Cerita Singkat

"Gelap malam tak menyurutkan ia untuk berkumandang. Dalam ujudnya yang terbatas dan membataskan diri. Dalam ujudnya yang terhimpit ruang tahanan. Dan kemudian kealamian melebarkan segalanya menjadi secangkir kekaguman." -140 KARAKTER-

----

"Ia yang menginginkan untuk didekap, ia yang mengharapkan adanya sapaan, ia yang terbodohkan oleh karena meluapnya kehausan. Ia yang menumpulkan segala tajam hanya demi sebuah senyuman. Ia yang kering bersama waktu disaat hadirnya justru memberi nutrisi bagi sesama. Dan ketidakadilan dalam diam adalah belenggu dari sudut ruang yang tak tertangkap kamera. Tak ada yang tau seberapa dinginnya disana." -MEJA SATU-ENAM-ENAM-

----

"Ia bersayap, ia tertawa bak malaikat, matanya menceritakan banyak deretan jalanan surga, tangannya meletupkan banyak balon udara, nafasnya menghadirkan alunan sastra. Hanya saja Tuhan tak mengizinkan dunia mendengar ia bersuara. Dan hanya saja, aku digariskan untuk bertahan dengan kebisuannya. Dan hanya saja, aku digariskan untuk menjadi satu-satunya penggores apa yang dilukiskan pergeseran matanya. Damailah kawan, seperti yang engkau tau.. dunia tak seramah yang ditangkap retina. Dunia tak semanis yang mampir dalam ujung pencecapmu. Terkadang juga aku menginginkan agar kita terlahir sama, hanya karena tau. Menjadi si bisu masih lebih baik bagi tatanan aspal panjang ini, semua terasa lebih baik karena engkau ada disana. Siap berdua menata banyak kata." -TIGA AKSARA-

----

"Mereka terangkum dalam satu mangkuk sop panas, racikan banyak sayur hijau, oranye, kuning, dan putih tulang. Bersatu, melaju, berpesta menikmati laju adukan sendok bergagang. Mengepul dari dapur agung dan meluncur menuju meja pengadilan. Aku terlahir diantara semangkuk itu, tersenyum anggun dan menatap gagah setiap makhluk yang dilewati pembawanya. Akulah pemenang, akulah yang bertengger sebagai putri tanpa secuilpun olahan. Akulah yang keluar dengan hanya bermodal korban goresan. Dan tak ada yang melewati masa menyentuh tanah lebih lama dari kejapan mata. Si putri beserta semangkuk sopnya mendarat diatas meja bertaplak lebar. Dan tamtama euforia seketika berada dalam puncaknya. Mata menyapu semua sajian, aku tak terkecuali. Aku tau, ditengah pembedaan dari sang koki mahal sosokku pastilah memiliki keistimewaan. Dan ah, ternyata benar. Sekalipun aku harus disisihkan paling awal tapi jalan dari pasar hingga menuju meja cantik ini menempaku juga mengajariku kekuatan. Aku menjadi saksi bagi mereka yang lenyap dalam kunyahan mulut monster-monster berpenampilan elok. Aku, si malang yang melenggang manis menuju akhir dalam kealamian." - TENTANG HURUF KE-TUJUH-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar