Rabu, 08 Maret 2017

Pesan Tersimpan

Ini adalah keresahan yang tak bisa begitu saja kuabaikan. Aku mencoba dan bukan hanya sekali untuk mengakrabkan diri denganmu lagi. Sebagaimana dulu kita pernah dekat sebelum.. embrio itu datang dan memecah kehangatan milikku. Adikku, andai engkau tau, lebih dari sekali aku ingin membunuh antipati yang kian menyubur di dalamku. Aku ingin menyingkirkan segala duka yang entah bagaimana muncul melalui kabar bahagiamu. Aku tahu, dan tak pernah kuingkari betapa kedatangan seorang bayi selalu menumbuhkan rasa bahagia terlebih kepada pengandungnya. Aku ingin bahagia juga bersama kabar yang hari itu engkau bawa. Tapi aku tidak bisa. Aku mencoba dan terus melakukannya tapi tetap saja hatiku tidak mau terbuka. Maaf, tapi kabar yang datang terlalu tiba-tiba memang kadang tidak hanya memberi efek kejut tapi juga kecewa yang tak terbantahkan. Dan Ari tak pernah paham.
.
.
.
Karena aku adalah seorang ibu. Hanya karena aku pernah berada di dalam ruang dimana nyawaku dipertaruhkan. Aku kecewa bukan untuk seorang kakak kepada adiknya, tapi dari seorang ibu untuk sesama calon ibu juga. Untuk alasan itulah kenapa aku tak bisa memperlakukanmu sehalus Ari. Untuk alasan itulah kecewaku awet tahan lama ketimbang kecewa Ari yang di tunjukkan padamu. Embrio kecil disana, yang hadir terlalu awal memang tak mengerti apa-apa. Tapi engkau memahami segalanya, dan semoga juga kecewaku yang kian membatu terpahamkan juga olehmu, jika tidak sekarang mungkin nanti ketika bayi itu terlahirkan. Adikku, memandangimu sekarang telah menjadi sesulit melihat ujung pintu labirin. Bahkan ketika aku adalah dan pernah menjadi iblis pendosa, yang selalu kuharap dan angankan adalah kebaikan bagimu dan juga adikku yang lainnya. Dan engkau melampauiku dan semuanya. Terlepas dari segalanya. Aku hanya terlalu bingung untuk memperlakukanmu sebagai apa. Kepolosanmu telah ternodai. Adik kecilku telah bermutasi menjadi sesosok ibu secepat ini. Adik yang selalu kuanggap masih layak dianggap sebagai anak kecil ternyata dipaksa untuk menua. Kepolosan yang selalu engkau tunjukkan telah berdiri di ujung sana, melambai padaku dengan lidah terjulur seakan meledekku karena berhasil tertipu. Ya. Aku terkecoh pada kepolosanmu. Dan lebih dari itu perasaan itu semua, aku teramat kecewa. Jiwa ibu yang baru kubangun beberapa hari lalu mendadak menguat pada skala tertingginya. Dan jujur saja aku pernah ingin mengutarakan keresahan ini pada Ari, bahkan pada suatu malam yang telah lewat pernah kutulis sebuah pesan yang sayangnya urung kukirimkan. Isinya tak lain benang merah dari paragraf ini. Aku mengatakan pada Ari bahwa aku kecewa untuk kabar yang engkau bawa pada hari itu. Aku kecewa untukmu yang telah melukai dengan sangat dalam hati seorang ibu. Kecewa untukmu yang telah memberikan kabar mengerikan mengenai embrio kecil di perutmu yang datang terlalu awal. Aku tidak melahirkanmu ke dunia ini, tapi aku patah hati sekali jadi untuk kabar yang kau berikan hari itu. Dua orang ibu telah patah hati. Ibumu dan kakakmu ini. Aku tak tahu mantra apa yang telah ditelan Ari hingga dengan mudah berhasil memaafkanmu sedini ini. Lidahku selalu gatal ingin bertanya, tapi aku takut Ari terluka. Karena Ari terlalu menyayangimu, hingga hatinya baik-baik saja ketika engkau memberinya kabar duka, mungkin itu adalah jawaban paling tepat untuk menjawab kegatalan lidahku. Atau mungkin juga..kecelakaan sebelum pernikahan adalah hal umum dan hampir wajar bagi masyarakat dewasa ini. Tidak adik kecil. Aku tidak bisa mengadopsi konsep itu. Sekalipun aku adalah mantan iblis pendosa, tapi aku bersyukur masih tetap dalam batasan. Aku tidak tahu harus memandangmu seperti apa. Luka ini begitu mengganggu pikiranku, tidak hanya semalam, tapi berbulan-bulan. Dan Ari tak pernah paham. Ari tak sanggup melihat kecewa di mataku yang belum tersembuhkan. Jiwa ibu yang baru kubangun dalam hitungan hari mengalami patah hati. Sekalipun aku ingin dengan gamblang menyatakan kepada Ari bahwa aku kecewa, aku patah hati untuk berita tentang embrio yang datang terlalu dini, aku khawatir ia tak akan paham tentang perasaan ini. Dan kekhawatiran itu terbuktikan. Ari tak bisa membaca gelagat yang kutunjukkan. Bahwa hatiku masih remuk untuk kecewa yang engkau suguhkan. Hati seorang ibu baru yang patah dalam sekali jadi. Ari tak bisa membaca kebingunganku dalam memperlakukanmu. Ari bahkan tak bisa membaca sekedar hangat yang meluntur diantara kita. Kasih sayang Ari padamu membutakan segalanya. Dan aku tak tahu harus berbuat apa. Sekali lagi kutegaskan. Aku kecewa untukmu bukan sebagai kakak tapi sebagai seorang ibu. Siapa yang tahu, antipatiku akan meluntur seiring kelahiran bayimu. Karena dimataku, engkau terlanjur memantapkan diri sebagai adik penipu. Menipuku dengan kepolosanmu. Dan kecewaku tak pernah begitu mudah tersembuhkan. Aku bosan menghindar. Tapi aku tak pernah begitu pintar untuk menyembunyikan duka dan kekecewaan. Untuk alasan itulah aku ingin terus menghindar. Sebisaku menempatkanmu sejauh mungkin dari jangkauan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar