Jumat, 24 Maret 2017

Haraku

Dalam sekuel Supernova, yang bernama Hara di ceritakan sebagai penjaga. Akupun ingin mendoakan anakku seperti yang demikian. Semoga Hara bisa menjaga kedua orangtuanya tetap dalam keadaan hangat. Semoga pun Hara bisa mempererat hubungan dua keluarga agar tetap harmonis dan baik-baik saja. Karena Hara adalah milikku. Tidak, ia milik dua keluarga. Maka hari ini di usianya yang baru menginjak setengah tahun, ingin kutiupkan sebuah doa sederhana itu. Kubebaskan ia dari doa-doa mainstream seperti yang sering diucapkan para orang tua lainnya. Yang selalu menginginkan anaknya kelak menjadi sesuatu yang berguna bagi dunia, bagi bangsanya dan agamanya. Aku tidak sedemikian pintarnya hingga memiliki keluasan hati seperti itu. Bahkan ini adalah juga kali pertama aku mengemukakan Hara sebagai milik umum, yang notabene hanyalah dua keluarga. Sebelum ini, aku selalu beranggapan dan memaksakan pemikiran bahwa Hara adalah milikku dan hanya milikku.
.
Aku ingin membebaskan Haraku dari sebuah keinginan muluk kekinian para orangtua, ia tidak perlu menjadi serepot itu untuk terjun langsung memikul beban dunia, negara dan juga agama. Bukankah..mereka bertiga membutuhkan bantuan dari para generasi muda ? Ketiganya hanya akan mendapatkan perhatian dan dedikasi Haraku jika memang aku memberinya stempel tanda aman jalan. Bukan, aku tidak sedang membutakan mata Hara. Ia perlu mengetahui dunia dan akan kubekali Hara sedalam yang aku kira perlu, akan kuajarkan pula pada Hara tentang siapa dan seperti apa negaranya, agar kelak tidak hanya meninggali tapi juga ia diharapkan akan tahu untuk mempertahankan kejati dirian negaranya. Dan tentang yang terakhir; agama, aku ingin menghela napas barang sejenak. Ayahnya, sudah memimpikan Hara menjadi generasi agamis yang kekinian. Masuk pesantren, berpakaian ala ala pembawa dakwah yang sering berseliweran di televisi, bahkan kalau bisa ia pun ingin aku bisa terjun memimpin ke-fashion-an agamisnya. Aku dan Ayah Hara memang tidak sepemikiran tentang ini, dan jujur saja..seringnya aku terdiam atau melamun jika ia mulai menyerempet bahan diskusi ringan kami ke arah-arah yang bisa kutebak. Konteks agama menjadi satu polemik di keluarga kecil kami yang untungnya tak pernah beranjak tahta menjadi sebuah pertengkaran atau ajang huru-hara. Ayahnya Hara lebih mendalami agama dibandingkan aku, ia lapar terhadap apapun yang berbau tentang tiangnya. Semuanya nampak ingin ia lahap, dan aku harap ia selalu memilah apapun yang ia makan. Karena tentu saja aku tidak mau mempertaruhkan keharmonisan keluarga kami hanya karena obsesinya terhadap tiang ataupun karena alasan 'sakit perut'nya akibat terlalu banyak mengunyah dan menelan. Aku lebih 'santai' jika mengenai agama. Menurutku, pondasi ada di dalam sebuah bangunan. Dan ia tidak terlihat. Agama ada di dalam hati. Entah itu berupa pemberontakan atau pengabdian tak ada yang bisa melihat kecuali si pemilik dan penciptanya. Bagiku konteks agama adalah yang seperti itu. Dan tak ada yang bisa sekalipun memahami. Sementara yang bisa kupamerkan adalah sebuah janji bahwa aku masih dan akan tetap menjaga jalan. Terus terang aku tidak bisa kekinian, yang bisa memamerkan fashion ala ala pembawa dakwah yang berseliweran di televisi. Akupun tidak bisa memaniskan lidah jika itu tentang memamerkan ilmu pengetahuan. Sekalipun harus di akui, hanya sedikit yang bisa kumengerti dari konteks bertemakan agama. Tapi jelas saja itu bukan alasan untukku bisa merasa lebih rendah ketimbang mereka yang berbusa-busa mulutnya meng'gosip'kan agama. Entah apa yang kubanggakan dan kujaga sepenuh hati selama ini. Yang pasti, sesuatu yang sulit untuk oranglain mengerti. Sudut pandangku berada 320 derajat dari para manusia kekinian. Tapi bisa dipastikan keyakinanku tak tertandingi oleh manusia dari segala zaman.
.
.
.
Kembali kepada Hara, aku tidak memiliki niat untuk menentang apapun keinginan Ayahnya. Karena ia adalah pengemudi, sementara aku hanyalah penjaga awak kapalnya saja. Ia akan tahu apa yang terbaik bagi putri dan keluarga kecilnya. Dan tak ada alasan bagiku untuk membelokkan Hara dari apapun yang di harapkan salah satu pemegang sahamnya. Satu yang pasti, Ayah Hara tidak bisa menahan semua angan dan doaku. Termasuk pula doa yang kuterbangkan hari ini. Hara harus berjalan dan tumbuh sesuai dengan namanya. Unsur pembangun dalam tanah. Ia harus membangun dan menjaga kehangatan juga keeratan agar tetap membungkus dua keluarganya. Kelak pula ia harus membangun dan menjaga cinta juga keharmonisan dari kedua orangtuanya. Persoalan ia akan menjadi apa dan siapa, bukan lagi sebuah tema yang harus diperbincangkan. Karena aku berniat membekali Hara dengan nalar, dengan sadar dan bukan dengan uang. Dan ya, hanya jika ia telah berhasil melaksanakan misi yang diselipkan orangtuanya melalui namanya maka stempel tanda aman jalan akan ia miliki, tak jadi soal akan ia gunakan sebagai apa stempel itu. Karena aku tahu, pondasi yang kubangun dalam dirinya tak akan menghianati impian pembuatnya. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar