Selasa, 13 Juni 2017

Matahari Yang Gagal Terbit

Sekian tahun berjalan bersama membuatku mengerti sesuatu. Bukan tentangmu, tapi ini adalah tentang pengandungmu. Aku melihat kasihnya sejelas menangkap siluet gelas di atas meja di hadapanku. Aku tidak menyalahkan apapun, termasuk kasihnya yang menetes melimpah untukmu. Sekali lagi kujelaskan, aku memahami semuanya karena akupun pernah berada dalam ruang penuh pertarungan dengan nyawa sebagai hadiahnya. Meskipun usianya baru akan menginjak sekian bulan, tapi seperti aku dapat menghadiahkan sebuah bulan jika memang itu yang ia inginkan. Seperti tak ada lagi kata takut dalam kamus hidupku sekarang. Apalagi memang yang perlu dibuktikan jika nyawa saja pernah kupertaruhkan ? Aku menyayanginya dengan segenap raga. Dan aku mulai takut jika kelak nanti rasaku justru akan membebani kehidupan pembaruannya. Aku takut aku tak bisa melepaskannya kepada sebuah nama yang memang ditakdirkan untuknya.
.
Kepadamu, resah ini tak akan berani kuserahkan secara gamblang. Engkau tak akan mungkin memilih dan menjadikanku satu diantara dua pilihan. Tak ada yang perlu di nomor duakan. Aku dan pengandungmu harusnya sejajar. Harusnya. Jika saja jahat tidak terlanjur merasuk ke dalam nadiku. Aku menerima kucuran kasih yang berjalan tenang. Akupun harus bersabar dan teliti untuk memilah yang mana nafsu dan yang mana kasih sayang. Dalam sepersekian kecil curahan yang kudapat, haruskah masih juga kubagi si satu itu dengannya ?
.
.
Kepadamu yang tak akan mungkin menemukan catatan ini, mari kita berbincang santai di antara ketiadaan ruang. Mari melebur bersama untuk pertama kalinya dalam keterikatan kita. Aku ingin kau memahami tentang betapa rumitnya cita-cita patner hidupmu ini. Aku bukanlah sebuah nama yang memiliki kata berbagi sebagai bekal hidupku. Aku tak mengenal itu, sesuatu yang lain telah mendasari. Aku ingin kau menyadari betapa kerasnya perjuanganku selama ini untuk menetralkan rasa tak nyaman yang terus menggeliat-geliat dari bawah pori meminta pembebasan. Aku mungkin tak menggenggam kecakapan seorang wanita dewasa yang lazimnya di miliki oleh seseorang yang telah berpasangan. Aku terlalu bodoh untuk memenuhi kriteria sebagai istri ideal karena yang ku tahu dan terus kucoba dan kupertahankan, adalah sebuah keyakinan bahwa aku harus menjadi anak baik. Hanya itu. Aku tak ingin mengecewakan siapapun, tak ingin pula membuat hancur siapapun. Sekalipun salah satu ruang dalam ragaku menyimpan sesosok monster mengerikan, yang perlu kau tahu adalah aku telah dengan segenap dayaku menekan untuk tidak menerjang, mencakar, bahkan mungkin mengayunkan pedang. Aku telah bersabar. Sesuatu langka yang tak mungkin kau dapatkan dariku dalam kesempatan lain.
.
Dan aku terkecewakan. Pengandungmu sepertinya masih saja ragu untuk sepenuhnya menyerahkanmu kepada makhluk sepertiku. Terbukti dengan rintikan kasih yang tak pernah berhenti menetes untukmu, seakan jika ia tak menyiramimu maka kau akan mati seketika, seakan jika bukan ia yang melakukannya maka tak akan ada yang mampu membuatnya demikian. Aku merasa terluka dan tersisihkan. Satu rasa yang tak pernah kubiarkan engkau untuk tahu. Dan tak pernah kubagi pula dengan siapapun. Sekali lagi kutegaskan, aku takut membuat hancur tak hanya seseorang tapi mungkin banyak. Aku tak menyalahkan siapapun saat ini. Karena sungguh, akupun merasa sangat yakin tak akan ada yang sanggup menandingi banjiran kasih teruntuk nyawa baruku yang baru menginjak umur sekian. Tapi tetap saja, separo harga diriku terluka. Aku merasa bukan siapa-siapa. Aku merasa tak sanggup memuja pengandungmu setulusku memuja pengandungku, karena memang di sana terdapat banyak sandungan. Aku di ragukan. Aku. Seseorang yang tak mengenal kata berbagi dan bersabar, harus di ragukan oleh seseorang ?
.
.
Mungkin benar jika cintaku tak akan seagung pengandungmu. Bahkan setelah menuangkan ini, yang kurasa justru adalah kehambaran yang ganjil. Sesuatu di dalamku seperti merasa tak berdaya untuk terus memperjuangkan. Andai kau tahu, aku lelah dengan semua pertengkaran melawan bayangan ini. Kapan semua ini akan terpahami ? Sekian waktu berjalan semakin memperparah sakit setengah warasku. Aku tak ingin terus terlihat jahat karena membuat pengandungmu sebagai sainganku. Itu bukannya tak waras ?
.
.
Aku ingin menangisi semua ini. Mengadu hanya akan membuatmu tak berdaya dan tergugu. Sekali lagi ku tegaskan, engkau tak akan mungkin memilih satu di antara dua pilihan. Biarlah perempuan tak sadar diri ini menyelami keresahan tak masuk akalnya sendirian. Menangis hanya akan menjadi ajang untuk menunjukkan kelemahan. Satu-satunya hal yang terus kulakukan dan ku usahakan adalah menjadi diam. Aku ingin terus menjadi diam. Sediam batu di dasar palung yang terjal. Karena aku memang tak layak untuk di menangkan. Dan keadilan yang ku harapkan. Adalah piala kosong hasil imajinasi yang terlampau tinggi. Karena jika ikatan kalian memang tercipta dengan sedemikian kuatnya, aku tak ingin lagi menjadi penghalang. Aku ingin menyerah dan menjadi sudah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar