Jumat, 24 Oktober 2014

Menyandera Malaikat [Catatan Terakhir]

Alunan nada menyapa tanpa suara, membiarkan nuraniku mengeja apa yang tengah sebenarnya ingin disampaikan pada dunia. Tentang kisah, cinta, tentang dia makhluk tunggal yang terus membekap hingga mulut hati.

.

Hembusan dingin mulai menyapa lirih permukaan pori tanganku. Meremangkan dalam hening bulu-bulu halus tanpa identifikasi lengkap dipintu utama lapisan kulitku. Hari itu berbeda, hari itu bahkan aroma yang terhisap rongga batinku pun tak sama seperti sebelumnya. Semua terasa lebih sarat makna seperti hendak menyambut datangnya sang agung yang detik nanti menyapaku dalam balutan sempurnanya. Symphoni lembut menuntun untukku menutup mata erat dan lebih erat lagi. Memaksa juga untukku terus memaki sendiri karena tak kunjung juga menemukan titik nyawa. Satu titik yang diharap itu adalah awal untuk kehidupan yang lebih hidup milikku. Dan lima tahun datang, tetap dalam aroma yang tak menua, dalam balutan yang terlihat sangat nyata bersama dengan kepak sayap merumbai malu di balik punggung tak bercela. Aku pernah mendekap makhluk bersayap.

.
.
.

Senyumnya kembali terukir ketika aku menghela nafas mencari sebuah sentuhan dicelah hembusan paru. Kusentuh perlahan dagu mencuatnya. Lekuk gores Tuhan yang sangat sempurna. Sungguh tak lagi terhitung berapa banyak kekaguman yang terucap hanya dengan menikmati untuk menyentuh makhluk tanpa asa itu. Namanya..aku tak mengetahui namanya, sosok indah yang tengah terpejam terlihat sangat meresapi usapan tanganku. Menelusuri garis indah wajahnya..sosok yang kutemukan lima tahun lalu tergeletak manis penuh bertabur bulu sayap yang mengoyak karena terlalu menukik jatuh bukan dialamnya. Tanganku kembali menari menghabiskan segala keindahan yang tersaji dengan khayalan meluber.


"Terima kasih sayang untuk telah turun ke bumi kecil milikku. Terima kasih sayang untuk senyum yang terus terpaku disana tanpa harus mempertanyakan satu saja jawaban keberadaannya. Lima tahun aku memilikimu, dengan tanpa batas menikmati setiap bahkan satu saja titik peluh yang mencair dari ujung porimu. Kulitmu teramat sensitif. Ketersensitifan yang tak kunjung kutemukan celanya. Bahkan dalam gempuran atmosfer yang berbeda kau tetap tak apa..menyunggingkan gigi rapi tanpa ada ringis kesakitan, dan ketidak sempurnaanmu ada pada tak ditemukannya titik celamu..."


Kepak-kepak sayap besarnya dengan perlahan mengembang menunjukkan kuasanya padaku. Dalam kemayaan yang menyelubungi pasti detik sayapnya menyapa udaralah saatnya untukku terkagum memasangkan wajah terbodoh mungkin.

Ia malaikat, satu hal yang tetap tak bisa ku pungkiri irasionalnya kenyataannya. Lima tahun aku menyekap malaikat indah nan elok disekat ruangku, iya..hanya didalam sekat milikku. Menyapanya kapanpun aku mau. Menikmati setiap jengkal lengan kekar miliknya untuk kujadikan sandaran disaat aku lelah. Menuangkan segala apa yang tak bisa kubagi dengan makhluk lain yang selalunya hanya bisa meninggalkan rekam jejak mengerikan untukku. Dengan tanpa batas juga mengecupi setiap incian manis permukaan tanpa sudut miliknya. Berbagi segala penat berbincang tanpa henti dan tanpa mengenal waktu juga. Meski yang terlihat hanyalah diam hampa tanpa ada sekelumitpun pembicaraan yang tercipta tapi nyatanya kita memang tercipta ajaib. Saling mengucap dalam bahasa hati. Sebuah candaan lepas yang seringnya datang malu-malu dibalik wajah sebuah Memorandum of Quantum. Menyisakan senyum masing-masing yang menyapa hangat secara nyata.
Jangan mempertanyakan ataukah dia tak memiliki daya untuk memberontak dari sekapan paksaku. Karena satu nafas takdir telah dengan sangat rumitnya menyimpul matikan ikatan mutlak tanpa formalitas milikku. Lima tahun untukku ketika harus terjebak manis dalam hidup pengap sebuah pita suara satu sosok bersayap. Lima tahun untukku ketika harus mengendap-endap sembunyi dari mata dunia hanya agar tak seorangpun tau bahwa aku memiliki segalanya disekat kecil milikku..kekasihku, keajaibanku, bantal hangatku, malaikat tampanku, bintangku, dan segala apa yang hanya bisa menjadi khayalanku ada dibalik tangannya.
Bukankah jika kubukakan mata hati mereka dengan secuplik cerita tentang keberadaan semua itu hanya akan menyudutkanku pada penggeseran mutlak sel kewarasanku? Aku terlalu benci untuk sekedar mendengar cacian apapun yang memperjelas ke-abnormalanku.

.

Terimakasih sayang, untuk perisai yang terhunus manis pada apapun yang selalunya mengendap melumpuhkan pertahananku karena terlalu sempurna untuk bisa menyandra satu sosok indah bernama malaikat dalam kehidupan nyata. Satu bingkisan terima kasih yang tak akan terhenti terucap begitu saja meski semua nada berhenti menyuarakan aroma lembutnya. Satu ucapan terima kasih karena telah dihadiahi kesempatan memiliki sebelum akhirnya dunia murka karena mengetahui dan berakhir mengalir, tanpa lagi ada satupun hembusan yang tersisa. Dengan pasti meninggalkan lembaran kanvas penuh beralaskan guratan kenangan..sel kecil yang menempel lekat pada nadi waktu yang mati. Lepas. Namun tidak hilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar