Kamis, 30 Oktober 2014

Ketika Tinta Mulai Meleleh

Aku melepas terlalu banyak orang untuk beberapa waktu terakhir ini. Beberapa dari mereka pernah kuharapkan tetap ada hingga akhir masa. Selebihnya pernah diharapkan tetap terjaga baik hingga aku menutup mata. Sosok-sosok yg tak lagi muat untuk kukenali namanya, tapi hafal aroma ketika mereka mulai berada dalam jangkauan indraku. Dan dari kesemuanya, hanya satu yg tak akan kulepas apapun pertimbangannya.
Ia adalah yang terlahir dihari yg sama denganku. Melangkah dalam waktu juga langkah yang terkadang tak sejalan, tapi apapun dan kemanapun aku menuju..kaki-kaki ini selalu hanya akan kembali padanya.
Ah..patner hidup yang manis.

.

Sebelum hari ini, pernah kujaga hati agar tak goyah pada apapun yg sekiranya terbumbui kata, 'hilang'. Pernah kutegarkan jiwa agar tak terlalu limbung pada adanya penopang yg terpaksa melakukan undur jabatan sebelum mati terkapar. Pernah kurapatkan telinga, mata, bahkan segala indra agar ketika nanti harus kulangkahi hari sendiri tak ada efek drama yg membuat semuanya terasa mengerikan. Persiapan menyambut teman agung bernama kesenyapan. Dan ketika masa itu datang tak pernah kuduga jika kehilangan yang berturut-turut sanggup menjadi parasetamol bagi tubuh yang senantiasa merindukan adanya kenormalan. Aku mencari teman, mengumpulkan banyak nama dari berbagai belahan dunia. Berharap dari jalinan yang terikat diantara semuanya sanggup menghadirkan satu saja kelengkapan jiwa. Aku berbagi rasa, berbagi nyawa dengan segelintir umat yang sekiranya sanggup memenuhi kriteria untuk kuserahi sebungkus kado bernama kepercayaan. Dan sejauh ini aku masih dikecewakan. Tak ada yang sanggup bertahan lebih lama dari apa yg pernah dilakukan ia, patner hidupku.

.
.

Hilang pernah menjadi sebuah misteri. Bagaimana waktu menjulurkan lidah demi mengucap adanya janji, dan waktu juga yang merontokkan segala asa hingga akhirnya tak ada remah yg tersisa. Jangan pernah merasa tersakiti pada adanya janji yang tak terpenuhi. Jangan mengizinkan dirimu terlukai pada adanya perubahan adab yang seringnya menggoresi gumpalan daging bertekstur lembut berjuluk perasaan. Tak ada yg akan tetap berpijak seperti ditempat awal kehadiran karena memang tak ada yg bisa abadi dalam dunia nan maya ini. Termasuk juga engkau yang tengah berharap pada adanya kekekalan. Sadarkah betapa egomu memaksa terlalu dalam sebuah kehadiran? Dan sejatinya tak ada keberadaan yang lebih diharapkan dari ia yang rela datang dengan kealamian. Tak ada yang pernah berhasil memahami esensi satu ini. Memaknai kata bahwa mengalir berarti harus sejalan. Memaknai kata bahwa bersama adalah kemutlakan.
Aku tak sepemikiran. Dan kalian tak paham.
Hilang pernah menjadi misteri yg sangat diminati para penggemar drama kehidupan. Menangisi adanya kehilangan adalah hal terwajar dalam siklus satu itu. Dan yeah..aku manusia, kita sama..aku juga pernah diterjang badai kehilangan seperti kalian. Dan pertahanan terhebatku menghadapinya adalah dengan menjadi monster berke-egoisan giga, menjalani trik para jawara gulat didunia. Memukul sebelum terpukul. Hilang sebelum dihilangkan. Dan berpura-pura tegar sebelum mati terjerembab karena dirobohkan. Aku memilih untuk tidak menangisi, aku memilih untuk memetik buah pengetahuan. Karena pada dasarnya kehilangan adalah simbol lingkaran pada adanya kehidupan. Sesuatu yg tumbuh harus bersiap mati. Tapi jangan sekalipun izinkan dirimu ikut mati bersama ia yang pernah hidup. Maafkan aku yang terlalu keras membentengi diri dari ke-mainstream-an kehidupan. Menjadikan engkau, ia dan mereka adalah jalanan aspal yang harus dilalui dan bukan persinggahan terakhir yang tengah kucari. Mengajakmu memahami ini akan sedikit berat juga merepotkan. Dan berharap pada kalian agar paham ketika masa datang untukku menghilang sebelum dihilangkan adalah sesuatu yg wajar, sejauh ini pula jawaban yang kuterima masih mengecewakan. Let go, let flow.

.
.

Jangan membebani setiap pertemuan dengan terus melibatkan perasaan. Jika engkau tergores karena harus membaca kejujuran malam ini, ketahuilah yang tengah kulakukan sebenarnya adalah tengah merengkuhmu dan mengajakmu melakukan persiapan. Jangan merasa tersakiti ketika harus kujadikan aspal lintasan. Setidaknya kulalui engkau beserta waktumu dengan mendedikasikan daya terbaikku untuk mengisinya. Kecewa dan marahlah pada ia atau bahkan dirimu yang memaknai setiap adanya pertemuan adalah satu pintu pengharapan akan adanya yg kekal. Kebohongan yg fana berlipat memiliki tajam lebih ketimbang kejujuran yg datang menyakitkan.

.

Maafkan aku untuk berkata setegar ini, sekalipun sejujurnya ketika datang ombak dimana satu-demi satu diantara kalian menghilang ditelannya, aku tetaplah menjelma bak bocah kecil dengan segala keterbatasannya. Membanjiri guling dengan ingus juga limpahan airmata, memaki diri karena tak kunjung memahami dan sadar bahwa seharusnya tak kusandarkan harapan pada adanya kekekalan. Menjadikan semuanya pelajaran dan kembali melangkah bersama diriku yg kusembunyikan. Aku, patner hidupku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar