Rabu, 07 Desember 2016

Perjalanan Si Patner Cacing Tanah

Perjalanan baru telah lama dimulai, detak yang terekam oleh alat medis adalah peluit tanda kami harus mulai melangkah. Ya, ini adalah sepenggal cerita tentang aku dan Ari. Duo patner ranjang yang baru saja sukses merampungkan misi menciptakan manusia baru. Kami menamainya Hara. Entah apapun arti kata satu itu, yang jelas bukan untaian mutiara seperti yang selama ini selalu Ari coba jelaskan ketika ada saudara-saudara yang bertanya tentang makna dari nama Hara. Aku lebih suka menjelaskannya sebagai teman cacing, karena keduanya memang sama-sama berhubungan erat dengan tanah. Hara sebagai unsur pembentuk sementara cacing bertugas sebagai si penggembur.
.
Hara adalah duplikat, karena 70 porsen sketsa rautnya adalah milik Ari. Entah celah sebelah mana dari wajahnya yang menunjukkan bahwa aku juga berpartisipasi sebagai pembuatnya. Dan mata Hara, begitu indah. Aku yakin cekungan berisi bulatan retina itu menuruni sepenuhnya gen milikku. Dengan dua pipi yang bersaing ketat dengan kenyalnya bakpau lengkap dengan kepulan asap pertanda baru keluar dari tempat kukusnya. Benar-benar duplikat yang tidak mengecewakan. Terkadang jika Ari tengah berada jauh dariku, bahkan masih bisa kulihat dirinya ada pada wajah mungil Hara. Napas pemilik dua bakpau hangat itu begitu wangi, dengan bibir yang hadir seada-adanya, aku sempat curiga kenapa Hara memiliki bibir yang begitu tipis, karena jelas itu bukan jenis milikku atau milik Ari, sementara aku dengan sangat yakin berani bersumpah bahwa Arilah satu-satunya penyumbang sperma pembentuk Hara.
.
.
.
Perjalanan baru ini mulai menebarkan pesonanya. Ari sempat tertangkap mata tengah berkaca-kaca ketika kemarin harus berpamitan untuk berangkat kerja. Sementara aku, jauh dari Hara jelas-jelas menimbulkan kegelisahan tak terduga. Satu jam, dua jam adalah waktu terlama aku jauh dari duplikat Ari itu. Dan ya, aku hampir menangis karenanya. Kecemasan yang mampir sungguh mencapai titik hampir maksimal saat itu, dua jam yang membuatku linglung tentang apa yang harus dan apa yang tengah aku lakukan. Sesuatu jelas sekali telah mencongkel kelengkapan diriku. Dan ketika kudapati lagi Hara dalam pelukan, aku tau apa yang telah hilang. Aku tengah memeluk sebuah dunia.
.
.
Di awal perjalanan komitmenku dengan Ari, banyak kujelaskan padanya bahwa aku kemungkinan tidak berbakat menjadi seorang ibu. Aku bahkan sempat curiga jika Tuhan mungkin lupa telah menempatkan jiwa kebapakan padaku ketika dulu tengah menciptakan aku. Jika status perempuan saja masih kuragukan bagaimana bisa aku mengalami proses melahirkan ? Menyusui dan menggendong bayi ? Mungkinkah ? Lalu keajaiban itu ada. Kedatangan Hara menjungkir balikkan perkiraan gender yang sempat kuragukan itu. Aku benaran perempuan ! Ari tidak salah ketika menyetujuiku menjadi istrinya, kendati memang pernikahan kami awalnya bak lintingan lotre semata. Kedatangan Hara membukakan mata kami, bahwa setelan jas dan kemeja juga gaun putih bermanik banyak yang dikenakan satu setengah tahun lalu bukan ajang potret-potret saja. Pernikahan itu nyata. Senyata aroma pesing yang selalu merembesi celana Hara setiap harinya.
.
.
.
Sekarang aku memiliki dua alasan untuk bisa berbangga kepada dunia. Pertama..aku memiliki Ari, si manusia dengan kesabaran berkekuatan Giga. Kedua..aku memiliki Hara, si bocah kecil yang berhasil meruntuhkan keraguan seluruh umat manusia yang mungkin pernah ikut mempertanyakan gender keperempuanku.
.
Apalagi yang perlu dijelaskan, kelengkapan ini bukan sebuah basa-basi. Kebahagiaan inipun bukan kepura-puraan. Status pernikahan yang masih setengah sadar untuk kuakui sekarang membuahkan hasil. Tidak ada lagi luka menyayat dimasa yang telah datang. Karena sakitnya masa lalu tidak sesakit ketika tengah berbaring diruang melahirkan. Dan Hara adalah sebuah keajaiban. Aku dan Ari telah menciptakan sebuah keajaiban, betapa menakjubkannya perpaduan dua unsur manusia ini B-) dan aku bersyukur Tuhan melancarkan semua perjalanan baru kami.
.
.
Sekarang aku memiliki alasan bahkan sekedar untuk makan. Aku memiliki alasan kenapa harus bangun dipagi hari. Aku memiliki alasan kenapa harus menyiapkan kaleng kosong dan mulai mengisinya dengan koin-koin receh, sesuatu yang dulu kuanggap sampah. Sekarang aku memiliki alasan untuk terus memperbaiki diri. Dan yang terpenting dari semuanya, aku sekarang memiliki alasan untuk terus menulis, terlebih untuk perjalanan ini. Agar kelak Hara melihat bahwa ia adalah ciptaan tanah, agar kelak ia paham bahwa dirinya tak lebih tinggi dari hewan dan tumbuhan, agar kelak dimasa-masa tersulitnya, disaat mata dunia mulai mengerdilkannya maka ia akan melihat bahwa dirinya adalah sebuah keajaiban. Aku ingin membekali anakku dengan kekuatan. Kami ingin membekali Hara dengan sistim imun sekuat seperti yang telah tertanam pada kedua orangtuanya. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar