Kamis, 01 Mei 2014

Cinta Dalam Semangkuk Semur Tahu

Aku tak pernah tau jika rasa rindu sanggup hadir menyeruak sebegitu kuat dari hati yang beku hampir mati.
Aku tidak pernah tau jika hening sanggup membangkitkan suasana juga menghadirkan aroma.
Dan kembali aku menyapa malam. Dan lagi aku bercinta dengan gelap. Melebur dalam imajinasi tak berkarat.

Dan sentuhanmu. Dan hembusan tanpa syaratmu. Dan guratan manis sorot tajammu. Dan sengatan listrik dari hangat bagianmu. Aku tau, aku mulai ketercanduan akan engkau hai paragraf tak bertuan.

Berada dalam dekapmu berati menelanjangi semua ego juga rasa lapar akan semangkuk sentuhan. Dan kini kau sodorkan semua itu dalam ujud sarapan yang hadir terlalu awal.

Tak ada lagi yang perlu dituangkan, karena semuanya tengah dalam aliran. Melebur dalam imajinasi. Tentang dua kerangka. Tentang banyak detakan. Tentang satu penyatuan. Dan kini aku percaya bahwa cinta itu ada.

Waktu menari dengan banyak gerakan. Waktu berlari kepada sebanyak mungkin arah. Tapi rasa tak pernah sudi lenyap untuk hinggap. Menelanjangi kewarasan. Menghabisi segala urat bawah sadar. Menyisakan sebuah kejujuran, tanpa tameng, tanpa dalih, tanpa acar timun, tanpa tambahan penyedap masakan.

Wahai engkau paragraf tanpa nama, sanggupkah kau rasakan sayapku mengembang? Mencoba terbang menembus waktu dan pikiran hanya demi melenyapkanmu dalam dekapku. Saling membagi lagi rasa dari halusnya potongan tahu tanpa warna. Melebur dalam karat. Menyisihkan bonggol akal sehat.

Sajak hadir tanpa tulang. Lidah menyeruak menembus batas khayalan. Dan lagi kau hadirkan kenangan dalam bentuk segelas kolak yang terbumbui pekat juga asinnya malam. Aku menginginkanmu sayang.

Hadirlah lebih nyata dari kungkungan tulisan. Hadirlah lebih bernyawa dari sekedar alunan. Ajarkan lagi padaku tentang cara mengolah se-kuali asa hingga sanggup hadir indah disetiap mangkuk-mangkuk kecil diatas meja hidangan. Ajarkan lagi padaku tentang cara memperhalus irisan bawang disetiap bait ketikan.

Malam hadir selalu dalam putaran jam yang tak berubah. Dan aku mengutuk penjaja tahu di persimpangan yang lebih mengutamakan uang. Aku gila. Aku jatuh cinta. Pada baris paragraf yang dengan tabah menyodorkan hati juga matanya untuk melihatku bercinta. Dengan malam. Dengan deretan aksara. Kekasihku yang tak bernyawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar