Kamis, 01 Mei 2014

Jarum Dalam Jam Analog



Satu raga menggigil ketika angin datang berhembus.
Satu nyawa merindukan adanya kawan.
Satu jiwa bertamengkan sayap berbahan dasar kepercayaan membutuhkan pahlawan.
Dan ia masih belum memegang petujuk apapun untuk memenangkan perang ketika lagi dan lagi kiamat datang.

Satu lembar kisah terbakar waktu dan tak siapapun tau bahwa ia pernah hadir.
Sebuah kebenaran yang terus tertutupi.
Sebutir kenyataan yang harus terkubur dalam.
Sebuah permintaan jawaban tentang kapan segala teka-teki ditangan menuai titik sebelum semakin meranggas.
Dan tentang matahari yang diharapkan selamanya menampakkan sinar, dalam pandangan seorang gadis yang membuta ketika terlalu sering menangis.

"Kau sanggup mengubah dunia.." Ya, tapi tetap tak dapat kulakukan itu sendiri,
"Kau dapat menyentuh langit.." Ya, tapi harus ada seuluran tangan untuk membantu,
"Kau adalah satu-satunya yang terpilih untuk menjadi istimewa.." Ya, dan aku membutuhkan sejenis paraf sebagai tanda bahwa itu benar,

Jika saja semua dari kita mengetuk hati bersama dalam satu waktu..malam ini.

Ketika seseorang justru tertawa di saat ia tengah bersedih.
Ketika justru harus kebenaran yang menyingkir dari tanah berdarah.
Ketika kata terucap justru harus sesuatu yang lain.
Ketika matahari memburam disaat alam ikut menangis dalam rintik hujan.

Hargai adanya mimpi. Hargai seutas nyawa. Hargai setumpuk lelah. Dan keajaiban tak kunjung datang ketika medan perang terus mengucurkan darah melalui goresan tinta.

Jika saja semua dari kita sanggup membuka mata bersama dalam satu waktu..malam ini.

Seorang gadis memeluk bendera.
Mengibarkan dalam keadaan resmi tanpa busana.
Dan ketika angin menyapa, dingin kembali meremukkan tulang dan membunuhnya.
Sepasang mata menantang matahari.
Buta seketika karena airmata jatuh mengalahkan keberaniannya.
Doa-doa terkabul berserak bak butiran nutrisari diatas hijaunya meja biliard.
Dan harapan mati dihantam dinding kesunyian. Pengap. Sepi.


-KanvasCoklat-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar