Rabu, 20 Januari 2016

Hujan dan Manusia Berotak Granat

Hujan mengguyur dengan sangat derasnya, mengurung aku dan sebuah nama untuk tetap bertahan menunggu reda. Disalah satu bangku panjang diemperan taman kota. Bunga-bunga merunduk tak kuat lagi menahan beban siraman air hujan. Sudah hampir satu jam alam menumpahkan berpuluh-puluh ember pasokan airnya, seakan dilangit sana terdapat sumur raksasa yang siap menampung air untuk dibagi-bagikan gratis kepada seluruh bagian penduduk bumi. Dan dalam pelukan dingin yang dihantarkan hujan ternyata masih bisa kutemukan kehangatan. Sebuah nama yang mendasari kenapa cerita panjang ini bermula.
.
Wajahnya memiliki rahang yang halus, hidungnya menjulang bak menantang alam, dari alisnya sanggup kubaui aroma melati..bulatan matanya mengingatkanku pada bunga beraroma tajam satu itu. Mampu meninggalkan kesan dalam format mungilnya. Wajahnya terlalu anggun untuk ukuran laki-laki pada umumnya. Namun bukan itu yang menarik minatku untuk bercakap lebih ketimbang sekedar basi-basi perkenalan dan merutuki hujan.
Otaknya menyimpan begitu banyak granat. Terbukti ketika bibirnya mulai terbuka dan kata-kata meluncur dari mulutnya, sanggup membuatku berdecak kagum dan pekikan-pekikan kecil pertanda betapa mahirnya ia menciptakan suasana. Otaknya menyimpan begitu banyak granat, membungkamku dalam ledakan-ledakan tawa yang muncul dari mulut lebarnya. Aku menemukan sosok yang pas untuk melupakan hujan, aku menemukan sosok pas untuk mencairkan dingin yang terus menggigiti seluruh badan. Sejenak aku diseret paksa dalam dunianya, menjadi saksi bagi kisah-kisahnya yang entah kenapa begitu empuk dan nyaman untuk diperdengarkan. Dalam kurun waktu hampir satu setengah jam, tak dibiarkannya aku menguliti sisi-sisi hidupku. Bulatan melatinya terus menyanderaku dalam tatapan harumnya. Granat-granat diotaknya berhasil meledak dan meluluh lantahkan tak hanya waktu tapi juga keadaan sekitar. Aku mengikhlaskan indra pendengarku untuk dilumat cerita-ceritanya. Hujan mempertemukanku dengan manusia setengah teroris.
.
.
.
Petang ini, satu pekan berlalu semenjak perkenalanku dengan si manusia berotak granat. Dan entah kemalangan atau kemujuran..aku bertemu lagi dengannya tanpa terduga disalah satu emperan toko. Lagi-lagi hujan yang mempertemukan. Membalut cerita ini menyisakan embun-embun yang menempel dikaca. Bajunya sedikit kuyup oleh banjuran air langit. Senyum itu terpasang pasrah diwajahnya, lagi-lagi aku merutuki kenapa tak bisa menemukan padanan lain untuk bola matanya yang seharum bunga melati. Menatapnya hanya akan membuat terlena. Dan terbayang apa yang akan terjadi jika membaui aroma melati lama-lama ? Aku keracunan tatapannya ! Manusia satu ini sungguh sangat berbahaya.
.
Hujan yang menyapa petang ini tak kalah lebatnya dari deras yang diturunkan ditaman kota sepekan lalu. Akan percuma jika dipaksa pulang, seragam kerja memang sudah terlanjur basah tapi kuda besiku tidak tahan hujan, seringkali ia ngambek ditengah tingginya air yang menutupi badan jalan. Ketimbang menuntun si kuda besi ditengah terpaan hujan, aku lebih rela barang beberapa waktu semua indraku diledakkan oleh granat yang dimuntahkan belahan bibirnya. Aku jatuh cinta ? Tentu tidak. Aku tidak segila itu untuk mengikhlaskan hati agar terus-menerus dibombardil granatnya ketika nanti aku menjatuhkan hati pada lubang cintanya.
.
Mata itu menatapku sedikit lebih dekat hari ini. Aroma melati dengan sangat tajamnya merobek indra penciuman dan mengobrak-abrik nalar. Hujan lebat memaksanya untuk lebih mendekatkan wajah ketika berbicara agar suaranya tertangkap telingaku. Hujan sekali lagi mengirimkan pemanas untuk mencairkan dingin yang kembali menggigiti badan. Dan tanpa aba-aba tangan yang sedari tadi terus saling mendekap hangat dibadan terulur tiba-tiba menyampirkan jaket hitamnya dipunggung. Ia membaca beku yang mulai menjalari wajahku. Ia mulai membaca cakaran dingin yang tak lagi mempan ditandingi pemanas dari percakapannya. Petang ini kembali aku merasakan bahaya hanya karena menerima maksud baik dari si manusia berotak granat ! Bagaimana jika aku jatuh cinta ? Sanggupkah aku menciptakan sistim imun agar kebal dari tusukan-tusukan aroma melatinya ? Sanggupkah aku tetap hidup menyadari hari-hari didepan nanti hatiku akan diledakkan oleh simpanan granatnya ? Manusia ini sangat berbahaya !
.
Secepat kilat aku menyarungi kata-kata diluar nalar yang mendadak muncul diotak. Hujan mulai mengancam melalui datangnya yang tiba-tiba dan menghadirkan pula makhluk tak terduga. Hujan mulai membuatku khawatir tentang bagaimana jika aku jatuh cinta, tentang bagaimana jika hingga larut derasnya tak kunjung mereda. Sementara didepan sana, dibahu jalan si kuda besiku mulai meringis menahan dingin tak tertahan. Sementara dibelakang sana aku menyimpan kenangan buruk tentang hujan dan aliran airnya yang melenyapkan seseorang dengan nama yang akan terus terkenang. Aku tidak tahu apa salah hujan, aku hanya takut jatuh cinta kembali pada aliran mematikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar