Minggu, 14 Februari 2016

Musim yang Lain

Hari pertama salju turun musim lalu adalah saat dimana kisah menakjubkan ini di mulai. Udara sekitar begitu dingin. Membekukan. Dan senyummu datang membawa kehangatan. Mata kecoklatan dengan binar mengundang. Rahang besar membingkai wajahmu dengan sedemikian lembutnya, aku tidak tahu apa ramuan yang di campurkan dalam menciptakan keajaiban itu. Begitu menawan, dan aku tersihir oleh mata coklatmu seketika.
Dunia senyap. Yang tertangkap indra pendengar hanyalah deguban di dalam dada yang berlari dengan tak sewajarnya. Jantungku. Dingin ternyata membawa pengaruh buruk juga bagi kesehatan terlebih bagi mereka yang tengah jatuh cinta.
.
Tidak ada cinta yang datang terlalu awal. Karena bahkan salju pertama yang turun di musim lalupun merestui dua medan untuk berdekatan. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutmu dan juga aku. Hari itu matalah yang lebih banyak berbicara. Misteri yang terkumpul disana dengan sendirinya mencair dan terganti dengan pancaran hangat. Bola kecoklatan itu menyihirku terlalu banyak. Dalam sekejap kumantrai diri dengan keyakinan bahwa aku telah menemukan rumah untuk hatiku.
.
Derap begitu ketara dari jantung yang tengah bersiaga menanti letupan-letupan cinta meledak di depan mata. Terlalu cepat untuk ukuran cuaca yang setiap detiknya membawa naik tingkat kebekuannya. Sesuatu telah terjadi. Aku mendapati butiran salju yang terjatuh tak lain bak permen dalam berbagai rasa. Langit ternyata juga menyimpan salju berbagai warna untuk kemudian disiramkan kepada para insan yang tengah jatuh tergelincir pekatnya cinta. Nyatakah ini atau memang aku yang tengah membuta ?
.
Sebuah janji bergulir manis dari bibir yang tetap hangat meski di kepung cuaca beku. Aku yang sebelum ini selalu meningkatkan pengamanan ekstra agar alpa dari jatuh di lubang yang mereka sebut surga. Aku yang sebelum ini selalu memasang tanda bahaya pada mata yang mulai menggoda, pada bibir yang mulai menyapa. Tanpa aba-aba membiarkan kaki ini telanjang menikmati licinnya lantai dan justru bahagia ketika akhirnya terjatuh dalam kepekatan yang engkau taburkan. Melihatmu begitu anggun termakan kumpulan salju benar-benar membuatku berubah nalar. Aku merelakan hatiku di gerus mata kecoklatan itu. Aku merelakan kisah indah tentang kesendirianku mendapati masa tamatnya. Aku merelakan diri di lumat mantra yang terus mengalir melalui belah bibirmu.
.
Aku tahu telah menemukan rumah bagi hatiku. Akan kutingkatkan lagi pengamanan yang dulu sempat kulepas, bukan untuk menjadi benteng bagi mata yang mulai menyapa dan menggoda. Tapi pengamanan kali ini akan menjadi tameng bagi dua medan yang tengah merekatkan diri dan terjatuh pada genangan pekat bernama cinta. Aku akan menjadi perisai. Untuk setiap nafas, setiap perpaduan derap jantung. Untuk setiap jam yang mendatangi lalu pergi. Engkau tidak pernah tahu berapa lama waktu yang kulahap hanya demi menanti diri terjebak pada saat-saat seperti ini. Lalu aku akan mencintaimu untuk seribu tahun lagi.
.
Sekarang aku tahu bagaimana cara menjadi jatuh tanpa harus tercederai. Sekarang aku tahu betapa nyamannya menemukan rumah di tengah dinginnya serbuan salju. Sekarang aku tahu betapa pentingnya menyimpan bara di tengah hati yang membeku. Dan matamu tak pernah lupa menyuguhkan kehangatan yang terus kucari. Dan aroma dari hitam kemerahan rambutmu tak pernah lupa mengantarku pada lelap yang terus ingin kujejak. Aku tahu aku telah menemukan rumah bagi hatiku. Lalu aku akan mencintaimu untuk seribu tahun lagi.
.
Langkah kaki mendekat. Musim lain datang bergantian. Melihatmu selalu pasrah di makan penutup saji yang di kirimkan setiap musim membuatku kian tergelincir dalam kedalaman yang menganga. Ini adalah sebuah kisah tentang rasa yang begitu mengagumkan. Inti adalah sebuah kisah tentang genangan yang begitu membahagiakan. Mantra-mantra berterbangan merobeki udara. Sihir terkuat adalah ia yang akhirnya berhasil mempertemukan dua jemari dalam satu genggaman. Sihir terkuat adalah ia yang akhirnya berhasil mempertemukan dua bibir dalam satu rasa lebur yang mendebarkan.
.
Aku tidak sehalus itu untuk bisa menggambarkan kecakapanmu, untuk melukiskan ketampananmu. Aku tidak selihai itu untuk bisa menuliskan betapa hebat sihir yang menetes dari bola kecoklatan milikmu, aku tidak selihai itu untuk bisa menunjukkan betapa hebat mantra yang melukisi tiap ujung kata dari bibirmu hingga berhasil menyemai banyak cinta.
.
Salju pertama yang turun musim lalu menjadi awal bagi kisah yang begitu menakjubkan. Saat dimana aku menyadari bahwa hatiku telah menemukan rumahnya. Pada mata kecoklatan yang begitu mengundang. Pada bibir halus yang menyimpan mantra. Lalu aku akan mencintaimu pada seribu tahun yang akan datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar